Beberapa waktu lalu, seorang teman mengirim pesan di grup, bertanya, “Siapa di sini yang belum vaksin?” saya langsung menyahut, “Saya.” Dia membalas, “Ke mana saja sampai belum vaksin?” Saat itu, saya tidak menjawab alasannya, sebab terlalu panjang. Maka, sekalian saja saya tuliskan di sini, kenapa saya dan keluarga vaksin belakangan daripada teman-teman saya yang lain, yang sudah ramai antre vaksin sejak awal.
Mungkin, kamu yang tinggal di desa akan merasakan hal yang sama, sangat relate dengan kehidupan kalian juga. Awal-awal pemerintah mengkampanyekan vaksin, banyak kabar beredar yang didengar oleh masyarakat. Mulai dari vaksin bisa menyebabkan kematian, ditanam chip, sampai-sampai kabar takhayul mengenai keranda terbang dan ketukan malam. Desas desus itu terdengar sampai ke orang tua saya. Mereka tidak percaya dengan vaksin, begitu juga warga lainnya.
Pada bulan Juli lalu, ketika banyak warga bertumbangan dan meninggal, keadaan semakin menakutkan. Di dusun sebelah, hampir setiap hari dua kali terdengar pengumuman orang meninggal dunia. Jalan raya besar di dekat rumah pun berkali-kali terdengar suara sirine mobil ambulance. Saat itu, saya setiap malam cemas dan ketakutan. Pemerintah menerapkan kembali PPKM, pemadaman lampu-lampu.
Hal itulah yang menyebabkan keterlambatan kami ikut vaksin. Lalu, akhirnya adik saya keterima di perguruan tinggi. Saya menyarankan dia untuk vaksin, setelah kami terserah penyakit. Tapi, tetap orang tua saya tidak kasih izin. Sampai akhirnya diperbolehkan karena informasi vaksin sudah sampai ke dusun-dusun.
Informasi Vaksin yang Kurang
Tak seperti di kota, yang menurut teman saya yang di Surabaya, warga didatangi dan mendapatkan formulir untuk vaksin. Di sini, orang-orang yang akan vaksin mencari informasi sendiri. Mereka mendatangi pos-pos vaksin untuk mendapatkan formulir, kemudian mengantre. Orang-orang ini adalah orang yang kebutuhan untuk vaksin wajib - pekerja kantoran, tenaga kerja kesehatan, pegawai negeri, dll.
Informasi mengenai vaksin waktu itu juga didapat dari mobil keliling yang menginformasikan akan ada vaksin di balai desa. Tentunya, hal ini juga tidak menarik minat orang-orang untuk vaksin.
Kalian tahu, di sini tetangga saya berkoar-koar tidak akan vaksin apa pun yang terjadi. Tentunya, pemerintah tidak kehabisan akal. Vaksin mulai diwajibkan untuk warga penerima bantuan. Akhirnya, sedikit demi sedikit warga mulai berbondong-bondong vaksin.
Vaksin Dari Rumah ke Rumah
Setelah saya mendapatkan vaksin ke-2, saya mendapatkan informasi dari perangkat desa melalui toa masjid. Beliau berkata, bagi warga yang mau vaksin bisa datang ke rumah salah satu warga. Saat itu, saya merasa, “Duh, ngapain antre lama-lama kemarin?” ya, karena saya mengantre untuk vaksin pertama di balai desa dan vaksin kedua di puskesmas. Saya pribadi sangat malas mengantre.
Namun, ada hal yang lebih menyebalkan lagi, yakni ternyata bidan yang dipercaya di desa kami mendatangi dari rumah ke rumah lainnya. Mereka menawarkan vaksin dan mencari kepercayaan dari warga. Kalian tahu? Orang tua saya mau vaksin. Alhamdulillah. Saya senang, sekaligus sedih, sebab berpikir kenapa saya antre kalau bisa menunggu di rumah? Hehe.
Ada hal yang berbeda ketika vaksin di rumah yakni orang tua saya dicek terlebih dahulu yaitu diswab agar tahu mereka terkena virus atau tidak. Setelah itu, orang tua saya dites tekanan darah mereka. Menurut orang tua saya, vaksin yang diberikan lebih bagus dari sinovac. Tuh kan …
Alhamdulillah setelah vaksin bapak dan ibu saya tidak demam seperti informasi dari bidan. Bapak saya tidak menunjukkan gejala apa-apa, hanya ibu yang merasa lemas dan membaik setelah makan lebih banyak.
Awalnya, ketika teman-teman saya di Surabaya sibuk vaksin, saya cukup kesal kepada perangkat dusun karena informasi mengenai vaksin sangat minim. Kita tahu, di dusun sangat rentan mengenai hoax dan meskipun saya berpendidikan, tetap tidak bisa membantu banyak. Jangankan ke warga, ke keluarga sendiri saja tidak dipercaya. Memang, seharusnya sejak awal ada penyuluhan mengenai vaksin ini dan dikoordinasi. Alhamdulillah justru didatangi dari rumah ke rumah.
Saya berharap pandemi segera berakhir dan kita bisa berdamai dengan virus ini.
Saking digalakkannya sampai didatangi ke rumah-rumah, gak tanggung-tanggung pemerintah dalam melaksanakan vaksinasi. Hanya saja rakyatnya yang bandel :)
ReplyDeleteAkhirnya semua keluarga sudah divaksin. Lega ya
ReplyDelete