Pengalaman Menjadi Food Photographer - Malam ini, hujan turun cukup
deras usai magrib. Saya masih tiduran di atas kasur, merasakan tempias air di tangan
dari jendela kamar. Saya berencana akan membuat kopi ketika hujan, tetapi saat
itu kepala saya teramat pusing, sehingga saya baru melangkahkan kaki ke dapur
dan menyeduh kopi pukul delapan malam.
Saya berencana menulis artikel
malam ini, tetapi selama satu jam lebih saya hanya melamun di depan laptop.
Saya sudah mencari ide menulis di Pinterest, hasilnya nihil. Lagu pun berputar
di YouTube, tetapi ide tak kunjung datang. Instagram Story pun sudah berjibun
dengan ocehan saya, lalu saya membahas mengenai pekerjaan saya dua tahun lalu,
yakni food photographer.
Ingatan saya pun kembali ke
masa-masa saya berkeliling Surabaya membawa Etro dengan motor. Mau hujan
ataupun tidak, saya harus berangkat. Paling sulit sih, memang ketika musim
hujan. Rasanya campur aduk. Awalnya, saya bekerja sebagai pekerja fotografer
lepas, kemudian saya diangkat jadi pekerja tetap. Tentunya, pekerjaan yang saya
ambil secara lepas dan tetap berbeda jauh. Tak hanya mengenai gaji yang saya
dapatkan, pun mengenai jam kerjanya.
Kalian mau membaca ocehan saya
mengenai hal ini, tidak? Kalau tidak, langsung tutup layar saja, hehe.
Sebenarnya, saya sudah pernah
menuliskan mengenai pekerjaan ini, tetapi sepertinya belum cukup banyak yang
saya ceritakan, jadi semoga artikel ini bisa menghibur.
Kali pertama berangkat untuk
kuliner, saya mendatangi sebuah warung pecel di daerah Gayungsari. Saya memesan
nasi pecel beserta minum, sesuai dengan budget
yang sudah dialokasikan untuk setiap menu makanan yang akan saya potret. Ah
iya, jadi pekerjaan saya itu seperti ini; datang ke warung/cafe/restoran, memesan makanan sesuai data, memotret, kemudian
memakannya.
Terdengar sangat menyenangkan dan
mengenyangkan, bukan? Iya, memang begitu.
Terdengar sangat menyenangkan,
akan tetapi setiap pekerjaan pasti ada hal yang tidak menyenangkan.
Ketika masih pekerja lepas, saya
mendapatkan data makanan yang harus saya foto. Ada dua puluh makanan dan harus
selesai selama dua minggu. Untuk bayarannya, saya tidak mendapatkan bayaran dan
hanya dibayar dari makanan yang saya foto. Kok mau? Yah, namanya juga saya
ingin belajar dan mendapatkan pengalaman baru, hehe.
Atau, saya bodoh, ya? Haha.
Setelah menjadi pekerja tetap –
setelah tiga bulan pekerja lepas -, saya mendapatkan data menu yang harus saya
foto yakni minimal sehari 4 sampai 5 foto. Bayangkan saja, biasanya 20 foto
dalam dua minggu, ketika pekerja tetap harus dua puluh foto lebih selama
seminggu. Ketika lokasi makanan satu lokasi, lebih enteng karena bisa menghemat
waktu. Seperti ketika dalam satu mal. Tapi, ketika lokasinya cukup berjauhan,
cukup membuat saya kesusahan dan kelelahan.
Selain memotret makanan, ketika
menjadi pekerja lepas saya juga harus menulis artikel di situs tempat saya
bekerja. Tentunya, artikel tersebut mengenai kuliner.
Kali pertama saya memotret Pecel
Nikmat, saya malu. Celingak-celinguk melihat ke sana kemari, padahal tidak ada
yang memperhatikan saya. Mereka semua sibuk makan dan mengobrol dan saya
sendiri bersama Etro, mencari sudut pandang yang menurut saya bagus. Akhirnya,
tantangan pertama selesai dan tidak buruk.
Banyak hal yang saya dapatkan
dari pekerjaan ini, dimulai dari saya akhirnya sering bertemu dengan orang.
Saya berkomunikasi dengan orang-orang asing. Terutama, saya bisa mengetahui
sudut terbaik dari food photography.
Hal yang saya keluhkan dari
pekerjaan ini yakni saya harus memotret sebaik mungkin,bagaimana sampai orang yang melihat foto tersebut, ngiler. Itulah
hal yang selalu ditanamkan dalam diri saya. Ketika memotret, posisikan diri
kamu menjadi pengikut. Apakah kamu bakalan ngiler dan ingin memakan makanan
yang ada dalam foto tersebut? Tentunya, hal ini sulit. Makanya, saya sering
kena caci maki ketika usai kuliner dan setor foto. Hehe.
Hal lain yang saya rasakan yakni,
kecanggungan ketika di tempat yang begitu ramai dan kamu harus memegang kamera
memotret makanan sampai makanan itu dingin. Dan saya harus makan makanan
tersebut, meskipun di tengah-tengah warung yang sangat ramai. Hal ini, saya
alami ketika memotret Mi Pangsit Rizky yang berada di pujasera pada Taman
Bibit. Ditambah lagi, waktu itu hujan sedang turun dan waktunya orang-orang
pulang kerja. Sudah bisa membayangkan betapa ramainya tempat itu?
Saya harus mencari foto makanan
untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Itu berarti, saya bekerja tak
mengenal waktu. Ketika makanan yang saya incar adalah makanan untuk sarapan,
itu artinya saya harus berangkat pagi. Kalau untuk makan siang sih, tidak ada
masalah bagi saya. Yang menjadi masalah adalah ketika untuk makan malam. Saya
harus tetap berangkat memotret malam hari.
Dengan bekerja sebagai fotografer
makanan, saya menjadi tahu, bahwa kuliner di Surabaya ini banyak sekali. Tutup
satu, muncul yang lainnya. Begitu terus. Dan, kuliner malam hari di Surabaya
juga tak kalah banyaknya. Ketika saya mendapatkan tugas lapangan malam hari,
saya selalu mencari teman untuk mengunjungi tempat tersebut. Yah, untuk
perempuan keluar malam hari cukup mengkhawatirkan.
Saya pernah mendatangi kuliner
yang buka sekitar pukul sebelas malam. Yakni kuliner ceker ayam dengan kuah dan
telur puyuh. Apesnya, saya sudah bela-belain memotret, atasan saya tidak suka
dengan foto saya. Untungnya, saya tidak diminta kembali memotret, hehe.
Hal lain yang tidak mengenakkan
yakni, saya harus mendatangi event kuliner yang ada di Surabaya. Nah, event
kuliner selalu ada di hari Sabtu maupun Minggu. Dengan kata lain, apabila ada
event kuliner saya harus tetap bekerja.
Tak hanya mengenai event kuliner
saja, pun ketika ada warung atau cafe baru yang buka di Surabaya. Saya harus
datang untuk mencicipi makanan mereka; memotret, menuliskannya di situs. Tanpa
terkecuali.
Hal yang paling membuat saya
meragu adalah ketika datang ke cafe
yang memiliki menu babi atau minuman keras. Terus terang, saya sedikit
terganggu ketika harus datang ke cafe yang seharusnya tidak saya datangi, hehe.
Akhirnya, setelah satu bulan
menjadi pekerja tetap, saya memutuskan untuk resign.
Haha.
Iya, saya menyerah. Terlebih
lagi, ketika itu saya mendapatkan pekerjaan tambahan yakni memotret menu
makanan. Itu artinya, saya harus berkeliling Surabaya lebih lama, lebih
melelahkan.
Tapi, malam ini saya merindukan
kegiatan tersebut. Meskipun, tempat saya bekerja tersebut sudah memutuskan
untuk berhenti. Sayang sekali.
susah susah gampang fotomakanan tu ya mbak
ReplyDeleteWah, aku nggak nyangka ternyata mbak wulan ini banyak sekali pengalamannya di berbagai bidang. I adore you sist ��
ReplyDeletewww.nadiahasyir.com