Sejak kecil, saya muslim.
Meskipun, saya bukan muslimah yang taat ataupun muslimah yang baik. Yang pasti,
saya muslim. Entah dari mana. Mungkin, dari setiap sore saya dicariin ibuk buat
disuruh berangkat ngaji atau kalau setiap tahun saya ikut puasa dan minta
dibelikan baju baru ketika lebaran. Intinya, saya ini muslimah yang dilahirkan
dari bapak dan ibuk yang beragama Islam pula.
Sejak 2 tahun lalu, saya belajar
mengaji. Bukan kajian rohani atau ilmu pengetahuan mengenai Agama Islam,
melainkan membaca Al-Qur’an mulai dari nol. Bukannya, sejak kecil sudah belajar
ngaji? Iya, tetapi tidak bertahan lama. Hasilnya, saya belum bisa membaca
Al-Qur’an dengan baik.
Setiap hari Selasa pagi, saya
mengaji bersama ibu-ibu kompleks daerah kos – kisah saya ini, InsyaAllah akan
saya cerita suatu hari nanti. Dua minggu lalu, ketika kami s
Sudah sejak tahun 2014 Bapak
Jokowi memimpin negeri ini, sudah banyak sekali hal yang terjadi. Banyak sekali
fitnah dan cacian yang diarahkan ke beliau. Saya pribadi, tidak tahu hal
tersebut benar atau tidak dan juga tidak berusaha mencari tahu. Kebetulan, dua
minggu lalu sedang ramai mengenai RUU KPK dan berita di Wamena, Papua.
Begini Rasanya jadi Minoritas
Pada pemilu 2019 lalu, saya
memilih Pak Jokowi, begitu pula dengan pemilu sebelumnya. Sedangkan, ibu-ibu
teman saya mengaji – yang saat itu ada 5 orang termasuk ustazah, memilih Pak
Prabowo.
Saya pribadi, tidak membenci Pak
Prabowo, sehingga saya memilih Pak Jokowi. Melainkan, saya memang menyukai Pak
Jokowi ketimbang Pak Prabowo. Jadi, saya memilih Pak Jokowi, murni karena Pak
Jokowi, bukan karena membenci Pak Prabowo. Di sini, paham?
“Saya kalau lihat orangnya di TV.
Hem. Gemes, ingin tak kruwek,”ujar
salah satu ibu-ibu.
“Iya-iya,”sahut yang lainnya.
Saya sendiri hanya senyum-senyum
mendengar mereka berbicara, menimpali satu sama lain. Mengucapkan kekesalan,
kenapa tidak segera menangani kerusuhan Wamena dan mengenai RUU KPK.
Memang, Pak Jokowi sedang tidak
sejalan dengan rakyatnya. Tapi, Sayang, beliau tidak sendirian. Meskipun, dia
orang nomor satu di negeri tercinta. Di belakangnya, ada orang-orang yang perlu
didengarkan oleh presiden kita. Ada masukkan ini dan itu, pendapat-pendapat
yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Pak Jokowi ini memimpin negara,
bukan sedang memimpin keluarga. Yang mana, apabila istrinya tidak menurut dan ngeyelan bisa diceraikan dan menikah
lagi. Tidak semudah itu, Ferguso!
Sebagai rakyat, sangat wajar
apabila kita mengungkapkan pendapat, menuntut keadilan, sebagai pengingat
pemimpin kita. Namun, apabila terlalu membenci pun tidak bagus. Apalagi, sampai
benar-benar membenci.
Bukankah kita punya Allah, yang
mampu memberikan pertolongan?
Saya bersyukur, meskipun berbeda
pendapat dalam memilih pemimpin, grup WhatsApp ngaji saya tidak berisi caci
maki, atau ibu-ibu membagikan berita yang menimbulkan pertikaian apalagi hoaks.
Mereka ibu-ibu baik, yang
mengungkapkan kekesalannya dengan “gemas” dan santun, bukan dengan cara anarkis
maupun menghasut.
Berbeda apabila saya mengikuti
kajian umum, terkadang pembicaranya sedikit keluar jalur. Namun, kita punya “saringan”
untuk menyaring hal-hal yang pantas ataupun tidak.
Padahal, saya datang ke majelis
ilmu meninggalkan semua yang saya miliki di rumah; pendidikan, status sosial,
pengetahuan, dll. Saya datang dengan membawa gelas kosong, sebagai hamba yang
haus akan ilmu. Dan berharap, saya mendapatkan banyak kebaikan penuh dengan
cinta.
Sayangnya, tak semua orang bisa
memberikannya.
0 Comments:
Post a Comment
Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)
Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^