Film Bumi Manusia sedang hangat
diperbincangkan. Bahkan, sebelum film ini resmi diputar di layar lebar. Ketika
pemilihan aktor dan aktris pemeran dalam novel Bumi Manusia; Minke, Annelies
dan Nyai Ontosoroh, banyak warganet yang merasa Iqbaal Ramadhan sebagai Minke,
tidak sesuai. Banyak yang setuju, banyak pula yang yang tidak setuju. Saya
pribadi, waktu itu tidak dapat menilai, apakah Iqbaal pantas atau tidak.
Alasannya sederhana, saya belum pernah membaca novel Bumi Manusia.
Dan, pada bulan Juli kemarin saya
menamatkan novel Bumi Manusia dan kemarin, saya menonton film Bumi Manusia di
bioskop.
Sebelum melanjutkan membaca
postingan ini, saya peringatkan, akan banyak spoiler yang akan saya tuliskan. Bagi kamu yang belum membaca dan
menonton Bumi Manusia, lebih baik melipir dulu ya. Karena membaca dan menonton
sebuah cerita tidaklah enak, apabila kita sudah tahu jalan cerita tersebut.
Untuk sebagian orang sih, tidak ada masalah.
Untuk Kali Pertama, Nonton Film Diminta Bernyanyi Lagu Indonesia Raya
Pada tanggal 15 Agustus 2019,
film Bumi Manusia resmi beredar di bioskop. Teman saya, membuat sebuah status
di WhatsApp Story, dia mengatakan, “Untuk kali pertama nonton film diminta
nyanyi lagu Indonesia Raya. MasyaAllah.” Ketika dia membuat status tersebut,
bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus.
Saya pikir, bernyanyi Indonesia Raya hanya pada hari itu saja, nyatanya tidak.
Sebelum film diputar, pada layar
bioskop bertuliskan agar kami berdiri dan ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dan, penonton dalam bioskop pun serentak berdiri dan bernyanyi lagu Indonesia
Raya. Setelah itu, baru film Bumi Manusia dimulai.
Penggambaran Situasi di Zaman Penjajahan Belanda
Dalam ingatan saya – kalau saya
tidak salah mengingat – Minke bercerita dia dan sahabatnya – Robert Suurof –
naik bendi menuju Wonokromo. Dalam perjalanan tersebut, mereka membicarakan Sri
Ratu, yang dikagumi oleh Minke akan kecantikannya. Dalam film kurang lebih
diceritakan hal serupa, hanya saja dibuka dengan penggambaran situasi tempat
tinggal Minke dan tetangga-tetangganya. Barulah, Robert mengajak Minke naik
bendi.
Dalam perjalanan ke Wonokromo
tersebut, Minke mendapati seorang pribumi perempuan yang menjadi Nyai seorang
Belanda. Nyai tersebut diperlakukan buruk, dalam kasta paling rendah. Begitulah
yang digambarkan keadaan dalam zaman penjajahan Belanda.
Yang saya soroti dari setting
film ini adalah cat-cat yang cerah – amat cerah – pada bangunan, rumah-rumah;
tempat tinggal Minke maupun Nyai Ontosoroh. Seakan-akan, rumah-rumah tersebut
baru dibangun, tidak ada cacat seperti cat memudar atau terkelupas. Masa iya,
semua tempat memiliki aroma cat baru? Tidak mungkin mereka memiliki tempat
tinggal serupa. Akhirnya, sentuhan zaman dahulu memiliki cacat.
Entah memang ketika zaman
penjajahan bangunan-bangunan di
Indonesia secerah itu atau tidak, mengingat pada zaman sekarang pun,
bangunan-bangunan yang saya temui tidak ada yang sempurna. Tidak ada cat yang
begitu cerah dan baru, terlebih lagi untuk orang-orang yang memiliki ekonomi di
bawah rata-rata. Atau jangan-jangan, imajinasi saya yang kurang menangkap apa
yang diceritakan oleh Kakek Pram melalui Minke?
Karakter Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh
Tentu yang diperdebatkan dalam
pemilihan aktor dan aktris untuk ketiga karakter utama dalam film Manusia.
Siapakah yang layak menjadi Minke? Apakah Iqbaal benar-benar sesuai dengan
karakter Minke yang kritis dengan pemikirannya yang tajam itu?
Selama saya membaca novel Bumi
Manusia, yang saya bayangkan adalah wajah Iqbaal. Bukan berarti saya setuju
Iqbaal memerankan Minke dalam film Bumi Manusia. Hanya saja, kesalahan saya
membaca novel Bumi Manusia, setelah diputuskan Iqbaal sebagai Minke. Selama
membaca novel tersebut, saya berpikir dan, “Oh, inilah kenapa Iqbaal dipilih.”
Dalam setiap adegan Minke dan Annelies, Minke mirip sekali dengan Dilan;
perayu.
Mengenai Nyai Ontosoroh, saya
rasa tidak ada komentar yang lebih pas selain, Ine Febriyanti adalah Sanikem
atau si Nyai Ontosoroh itu sendiri.
Annelies dalam novelnya
digambarkan begitu lemah, layu dan tidak percaya diri. Dalam filmnya pun,
Annelies digambarkan serupa, namun saya melihat ekspresi kekanakan dalam peran
yang dilakukan oleh Mawar Eva. Dan yah, Mawar Eva begitu cantik.
Ada lagi, beberapa tokoh yang
tidak sesuai dengan imajinasi saya, seperti Panji Darman yang dalam otak saya
adalah orang yang “pribumi banget” dan tidak tampan, justru dalam filmnya dia
begitu tampan – bahkan menurut saya lebih tampan dari Minke sendiri, haha. Atau
lagi-lagi, saya yang tak bisa menangkap pesan Kakek Pram lewat Minke?
Ada karakter lain, yang pada buku
keduanya ditunjukkan sisi baiknya, yaitu Si Gendut. Pada buku pertamanya, Bumi
Manusia Si Gendut merupakan musuh Minke. Memang, disebut Si Gendut karena
berbadan gendut. Akan tetapi, saya tidak setuju dengan tokoh dalam filmnya,
kenapa Si Gendut begitu gendut sekali? Sedangkan, pada buku keduanya Si Gendut
ini merupakan salah seorang.... ah, sudahlah.
Ada Fakta yang Tidak Seharusnya Muncul, Muncul
Pada novel Bumi Manusia, ada fakta
yang baru diungkap pada buku kedua. Sedangkan, dalam film Bumi Manusia, fakta
tersebut sudah dimunculkan. Secara logika, memang lebih masuk akal cerita versi
film. Karena ya, kalau dalam satu film ada fakta yang belum terungkap, rasanya
aneh apalagi fakta tersebut baru muncul di film kedua (itupun kalau ada),
padahal pada film pertama ada permasalahan yang lain. Semacam biar nggak
tumpuk-tumpuk.
Itu saja beberapa catatan saya
mengenai film Bumi Manusia, mengenai setting dan karakternya. Isi cerita dalam
novel dan filmnya. Keduanya hampir sama, bahkan saya semacam mengulang novel
Bumi Manusia. Hanya saja, ada beberapa adegan yang janggal, seperti ketika
Minke dan Darsam melihat Si Gendut di luar gerbang. Padahal Minke dan Darsam di
depan rumah Nyai Ontosoroh, sedangkan jarak rumah dan gerbang itu begitu jauh
sekali dan dihalangi oleh hutan-hutan. Saya sangsi mereka bisa melihat Si
Gendut, hehe.
Baik, semoga film kedua nanti –
semoga ada – akan lebih baik. Dan, buat kamu yang hanya menonton filmnya saja,
jangan terlalu berharap dengan kisah Minke dan Annelies ya, jangan deh.
Iqbaal ini kedepannya paling akan menjadi aktor yg memerankan karakter penting di banyak film. Btw, melihat banyaknya khalayak yg sudah mengkritisi sebelum filmnya dibuat, rilisnya film ini bisa menjadi pembuktian yah.
ReplyDelete