Sekolah Pra-Nikah, kalau
mendengar beberapa penggalan kata tersebut apa yang ada dalam pikiran kamu? Tidak
usah dijawab dalam kolom komentar, cukup dibatin saja. Sejujurnya, saya juga
tidak tahu ada sekolah semacam ini. Saya tidak pernah tahu, bahwa untuk menikah
atau pernikahan itu ada sekolahnya. Nikah, ya, nikah saja.
Ustaz yang mengisi sekolah
pra-nikah kemarin bertanya, “Ketika sekolah dapat pelajaran hak dan kewajiban
suami-istri, tidak?”kami serentak menjawab tidak.
“Nggak dapat, kok, berani-beraninya menikah!”sontak, kamipun tertawa.
Allah telah mengatur segalanya
dalam Al-Qur’an, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, mulai dari ujung
kuku sampai ujung rambut, mulai dari kita lahir sampai kita meninggal nantinya,
dan Allah juga mengatur mengenai pernikahan dalam Al-Qur’an.
Sekolah pra-nikah di sini adalah
mengenal, mengetahui, dan mempelajari bagaimana kehidupan setelah pernikahan
dan bagaimana menghadapi berbagai macam “badai” yang akan terjadi dalam
pernikahan kelak. Tak hanya setelah pernikahan saja, pun bagaimana kita memilih
calon pasangan dan sebagainya dalam Islam.
Mengikuti sekolah pra-nikah ini
akan ada 5 kali pertemuan setiap minggunya dan setiap kali pertemuan akan ada
dua sesi. Nah, kemarin adalah pertemuan pertama.
Manajemen Ekonomi Keluarga – Ust. Misbahul Huda
Saya akan menuliskan dari apa
yang saya dapatkan dan saya catat, jadi mohon maaf apabila ada informasi yang
kurang lengkap ya.
Menurut Ust. Misbahul Huda,
manajemen keuangan keluarga yang baik adalah dengan menjadi keluarga sederhana.
Sebenarnya, ini juga sudah ada dalam Agama Islam, bahwa kita harus hidup
sederhana tanpa adanya kesombongan yang justru menjadi malapetaka buat diri
sendiri.
Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Mahamelihat.[asy-Syûra/42:27].
Untuk membangun keluarga
sederhana, tidak sesederhana kelihatan dan kedengarannya. Sudah jadi barang
lampau ya, kalau menciptakan hal sederhana terkadang justru paling sulit
dilakukan. Begitu pula dengan membangun keluarga sederhana, di era yang semakin
berkembang seperti ini. Godaannya semakin besar pula.
Seperti saya, yang belum bisa
menyederhanakan diri. *kaleum*
Dengan memiliki keluarga
sederhana, otomatis keuangan keluarga pun bisa teratasi. Bukan begitu?
1# Keluarga yang Baik dalam Kepemimpinan dan Sesuai Al-Qur’an
Ust. Misbahul Huda mengatakan
bahwa keluarga yang baik itu, yang dalam kemimpinan dan sesuai dengan Al-Qur’an.
Kepemimpinan di sini disebutkan sebuah kemandirian. Sejak kecil, anak harus
dibiasakan untuk mandiri, sehingga terciptalah seorang anak yang bisa percaya
diri dalam memimpin.
Untuk membentuk anak dalam
kepemimpianan harus ada kerja sama antara peran ayah dan ibu. Ayah harus bisa
membimbing ibu dan ibu harus bisa membimbing anak-anaknya.
2# Tantangan Kehidupan Lebih Besar Daripada Kemampuan Beradaptasi
Kalau pepatah mengatakan “Besar
pasak daripada tiang”, kira-kira seperti itulah yang dimaksud Ust. Misbahul
Huda. Akan ada keinginan-keinginan yang sebenarnya tidak perlu. Nah, untuk
menghadapi hal tersebut ialah dengan mempelajari spiritual atau lebih dikenal
dengan beragama.
Kuat secara fisik, cerdas
secara-intelektual saja tidak cukup untuk menghadapi krisis kehidupan. Untuk
itu, diperlukan kukuh dalam spiritual.
3# Memahami Akil Balig
Zaman sekarang balig-nya maju dan
akilnya mundur. Hal ini terjadi karena banyaknya informasi yang masuk atau
mudahnya kita mengakses banyak informasi, menonton yang seharusnya belum boleh
ditonton.
Ust. Misbahul Huda bercerita
beberapa waktu lalu ada kasus pemerkosaan yang dilakukan secara bersama-sama
dan salah satu pelakunya merupakan bocah kelas 3 SD. Saat ditanya Bu Risma –
Walikota Surabaya – mengerti hal demikian dari mana, sang bocah berkata dari
warnet.
Sungguh, kehidupan itu banyak
sekali lika likunya, kita sebagai orang tua harus lebih bisa menyaring
informasi dan bagaimana menuntun anak-anak dengan baik.
Keluarga Sukses Versi Nabi; Mandiri di Usia Dini
Keluarga sukses versi nabi ialah
yang sudah mandiri sejak dini. Nabi Muhammad SAW sejak usia 5 tahun sudah
menjadi penggembala kambing. Itulah bentuk kemandirian sejak dini. Anak
diberikan tanggung jawab dan kepercayaan, sehingga sampai usianya matang
nantinya ia bisa diberi tanggung jawab dan dapat dipercaya.
Keluarga yang sukses juga berarti
keluarga yang mampu menghadapi masalah-masalah kehidupan, baik ketika di puncak
maupun ketika pada dasar kegagalan. Itu berarti, keluarga sukses yang mampu
melahirkan generasi yang mandiri secara finansial maupun sosial, sekaligus
mampu menghadapi masalah-masalah pada zamannya.
Contohnya pada zaman saat ini
adalah masalah mengenai pergaulan di media sosial dan bagaimana menyikapi
berita-berita yang ada. Karena, begitu mudahnya kita mengakses informasi yang
ada.
Re-Posisi;
Dalam Al-Qur’an ada 17 kali
dialog orang tua dan anak. Dialog dengan ayah sebanyak 14 kali dan dengan ibu 2
kali. Memang, madrasah pertama seorang anak terletak pada ibunya, karena
seorang ibu lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak. Namun tetap saja, pertanggung
jawaban tetap pada seorang ayah.
Boleh saja, ibu, nenek, pembantu
atau siapaun yang mengasuh anak. Tetap saja, pertanggung jawaban ada pada ayah.
Mengapa kehadiran ayah sangat penting?
Fenomena Ayah Bisu
Pembagian tugas berubah menjadi
kurang baik, saat ayah memilih “bisu” dengan apa yang terjadi dengan anaknya.
Tugas seorang ayah bukan sekadar mencari nafkah untuk keluarganya, pun ia harus
ikut andil dalam mendidik anaknya.
Mendidik anak bukan dengan cara
diam saja melihat anak tidak melakuan kewajiban, kemudian marah-marah tanpa mengingatkan.
Dalam keluarga, seorang ayah pun harus punya sisi lembut. Komunikasi yang baik
dengan anak. Pelukan dan diskusi juga perlu terjalin di antara keduanya.
Bagaimana seorang anak tahu apa
kemauan kita, tanpa kita mengatakannya? Jangankan anak-anak, orang yang sudah
sama-sama dewasa pun akan sulit mengerti, kalau tidak dikatakan.
Ust. Misbahul Huda mengatakan,
dalam keluarganya, ia selalu menerapkan tiga kata ajaib,”Tolong, terima kasih
dan maaf.”
Meskipun kita sebagai orang tua
memiliki kedudukan lebih tinggi, tetap saja kita harus menghargai mereka. Salah
satu caranya ya, dengan adanya tiga kata sakti di atas.
Bekal Anak Sukses
Anak sukses tidak selalu lahir
dalam keluarga mapan. Bahkan kebanyakan anak sukses lahir dari keluarga yang
sederhana. Tahu bagaimana hidup mulai dari bawah, tahu bagaimana dibebani
sesuatu.
Hidup ini sederhana, yang ruwet
itu ada dalam pikiran kita. Iya apa, tidak? Terkadang, kita berpikir terlalu
jauh, sehingga sulit menyederhanakan yang ada di depan kita. Katakanlah, saya
sebagai blogger yang harus menghadiri sebuah event. Dalam event harus memakai
tema pakaian tertentu. Demi sebuah penampilan, saya mengeluarkan dana untuk
membeli baju. Padahal, memakai baju yang sudah ada, juga sama saja.
Hidup sederhana itu sebuah
prinsip kehidupan. Harus diterapkan betul-betul, agar bisa mengontrol diri
dengan hal-hal yang tak perlu. Hal ini harus ditanamkan sejak dini, agar ketika
dewasa anak lebih mudah untuk menjalaninya.
Dengan adanya manajemen keluarga
sederhana, sama saja dengan mengajarkan diri untuk bersyukur. Rezeki yang didapatkan
pastikan mencukupi kebutuhan, bukan keinginan.
Itu dia pembahasan mengenai Manajemen
Ekonomi Keluarga yang disampaikan oleh Ust. Misbahul Huda. Untuk sesi tanya
jawab, saya mencatat dua hal penting mengenai pembahasan ini.
1# Kalau seorang ibu memiliki ide
untuk anak, sampaikan dahulu kepada ayah dan ayah yang akan menyampaikan kepada
anak. Hal ini dilakukan demi menjaga kehormatan dan kedudukan seorang ayah.
Dengan demikian, di mata anak ayah hebat, meskipun ide tersebut dari ibu.
2# Kekuatan seorang perempuan
terletak pada hatinya, pada kesabaran dan diamnya.
Baik. Itulah pembahasan pada
Sekolah Pra-Nikah yang saya ikuti di Masjid Al-Falah, Surabaya. Ini merupakan
pembahasan pertama pada hari Minggu, 31 Maret 2019. Masih ada pembahasan kedua,
yang InsyaAllah akan tayang minggu ini juga. Ditunggu ya.
Alhamdulillah ikut menambah ilmu. Semangat terus belajarnya ya Ukhti
ReplyDeletemakasih sharingnya
ReplyDeletedulu sebelum nikah juga aku seneng datang ke kajian2 pra nikah mbak. Dan beneran bisa jadi bekal banget pas udah nikah. Jadi udah punya bekal ilmu, gak blank.
ReplyDeleteKelas kaya begini memang penting, Ning. Biar nggak kaget ketika menikah. Banyak teman yang curhat, begitu menikah kaget soal banyak hal. Terutama masalah pengelolaan keuangan.
ReplyDelete