Layar LCD blank yang dialami
Fujifilm Xa-2 nampaknya tak hanya terjadi dengan Etro saja. Pun beberapa kamera
Fujifilm seri-x yang memakai LCD flip alias layar yang bisa diputar untuk
selfie. Tak hanya Etro, teman saya yang mempunyai kamera Fujifilm XA-3 pun
mengalami hal serupa; layar LCD blank.
Pertama kali Etro mengalami
kerusakan pada LCD-nya, ketika saya menggunakannya untuk selfie. Saya
menariknya ke atas, seperti sebelum-sebelumnya. Waktu itu, ketika saya sedang
kondangan bersama teman-teman. Ketika layar saya tarik ke atas, layarnya gelap,
sedangkan ketika dalam keadaan normal layar bisa digunakan seperti biasa.
Waktu itu, belum ada satu tahun
Etro bersama saya. Saya benar-benar kebingungan, sampai akhirnya saya kirim
Etro kembali ke toko saya membelinya di Jakarta. Beruntung, masih dalam masa garansi,
sehingga saya tidak mengeluarkan uang untuk biaya service. Tapi, saya harus
menunggu sebulan lamanya untuk bisa menyentuh Etro kembali.
Kenapa butuh waktu sebulan
lamanya? Ternyata pihak toko harus membeli spare
part di luar negeri, lebih tepatnya di Singapura. Jadi, masalah pada kamera
saya ada pada kabel fleksibelnya. Sehingga, kabel tersebut harus diganti dengan
yang baru.
Kejadian serupa saya alami
kembali, untuk kedua kalinya. Kali ini, saya tidak bisa mengklaim garansi
karena memang sudah habis. Jadi, saya kelimpungan mencari solusi, terlebih lagi
Etro tidak memiliki garansi resmi dari Fujifilm. Saya search sana sini untuk mencari service kamera Fujifilm XA-2. Saya
tidak ingin mengirim Etro kembali ke toko di mana saya beli, karena waktunya
terlalu lama.
Alhamdulillah, ada jalan. Saya
menemukan tempat service kamera yang dekat dengan kos saya. Akhirnya, saya
membawa Etro ke sana. Seperti yang sudah-sudah, Etro kembali bermasalah dengan
kabel fleksibelnya. Dan, saya harus mengeluarkan uang sebesar 500ribu untuk
mengganti kabel fleksibel ini.
Etro Kembali Berulah, Sehari Sebelum ke Bandung
Beberapa hari lalu, saya pergi ke
Bandung untuk menghadiri event blogger. Malam sebelum keberangkatan, saya mengecek
kondisi Etro. Betapa terkejutnya saya, ketika layar Etro tetap gelap, meskipun
saya sudah mengisi daya baterainya.
Saya pun tak ingin percaya bahwa
Etro berulah lagi, sehingga saya mencoba memotret. Ternyata bisa dan layar
tetap gelap. Hati saya sesak luar biasa, padahal saya ingin membawa Etro
jalan-jalan setelah setahun lebih belum pernah ke mana-mana.
Untuk dibawa ke service pun,
pasti butuh waktu lama sampai Etro selesai dibetulkan. Sungguh, saya sedih
dengan keadaan ini. Saya menangis, lalu saya menyeka air mata. Saya harus bisa
menerima kenyataan.
Akhirnya, saya mencoba belajar
memotret dengan kamera ponsel. Mau tak mau, hanya smartphone yang bisa saya
andalkan.
Esoknya, saya membawa Etro ke
service, seperti yang sudah-sudah penyakitnya sama. Saya berbicara dengan
mbak-mbak di service kamera, bahwa saya ingin membawa Etro ke Bandung sore
nanti. Bisa nggak, kalau servicenya selesai beberapa jam saja?
Awalnya, mbak tersebut bilang
tidak sanggup. Namun, akhirnya dia bilang bisa, tetapi antara jam 2 siang. Saat
itu pukul setengah 11 dan kereta saya berangkat setengah lima sore. Saya pun
berkata, pada mbak tersebut untuk segera menghubungi saya kalau Etro selesai
diservice.
Antara berharap dan pasrah untuk
membawa Etro ke Bandung, namun saya tetap mengusahakannya.
Waktu, Tenaga dan Uang
Saya menunggu mbak-mbak service menghubungi saya, mengatakan
kalau Etro sudah bisa diambil. Saya mengecek di website tempat service
tersebut, untuk update kamera saya. Pukul
satu siang masih dalam antrean. Tak lama kemudian, update bahwa sudah selesai. Tapi, mbak-mbak tadi belum juga
mengirim pesan.
Akhirnya, saya mengirim pesan
terlebih dahulu menanyakan kelanjutan Etro. Alhamdulillah, sudah selesai dan
bisa diambil. Tanpa pikir panjang, saya memesan Go-jek dan menuju Deltasari,
Sidoarjo untuk mengambil Etro.
Saat itu saya menunggu di
Ketintang, belum berangkat ke stasiun.
Jadi, karena saya merasa tidak
akan bisa membawa Etro ke Bandung, saya meninggalkan cas kamera di kosan. Habis
mengambil Etro di Deltasari, saya lanjut ke kosan dahulu yang ada di Griyo
Mapan Sentosa, lalu saya kembali ke Ketintang.
MasyaAllah, kepala saya pusing
teramat. Cuaca Surabaya yang panas kala itu benar-benar membuat kepala saya
pusing. Saya dikejar waktu dan saya berharap bisa membawa Etro ke Bandung.
Sesampainya di Ketintang saya dan kawan saya langsung berangkat ke stasiun
Pasar Turi, Surabaya.
Alhamdulillah, saya bisa membawa
Etro ke Bandung.
Saya membawanya dengan perasaan
haru dan sayang. Dilema begitu dalam, akankah benda yang menemani saya
bertahun-tahun ini harus saya lepaskan.
Kenapa harus dilepaskan? Karena
dia terlalu sering menyakiti. Berulang-ulang. Saya khawatir, ia akan melakukan
hal serupa kalau saya tetap mempertahankannya.
Sampai detik ini, saya belum tahu
harus melepaskannya atau tidak. Kalau saya melepaskannya, maka tidak akan ada
Etro lagi. Nama kamera yang sering saya sebut-sebut di setiap kiriman blog
maupaun di media sosial.
Sungguh, perpisahan bukanlah
pilihan yang ingin saya ambil.
0 Comments:
Post a Comment
Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)
Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^