Memahami Risiko dan Kemudahan Fintech Untuk Konsumen Bersama Ngobrol Tempo - Perusahaan jasa keuangan berbasis
teknologi di Indonesia, semakin menjamur dan semakin banyak yang dikenal oleh
masyarakat. Saat ini, fintech di Indonesia yang resmi terdaftar OJK – Otoritas
Jasa Keuangan – sebanyak 73 perusahaan, belum lagi beberapa perusahaan yang
dalam proses pengurusan.
Banyak para Usaha Kecil dan
Menengah membutuhkan dana untuk menyokong usaha mereka. Tentu saja, saat ini
UKM lebih banyak meminjam dana dari microfintech,
hanya saja dana dari microfintech
sendiri terbatas. Selain itu, untuk mendapatkan dana pinjaman haruslah yang
terpercaya, yaitu yang sudah terdaftar dalam OJK.
Rabu, 27 November 2018 kemarin, Tempo
mengadakan Ngobrol Tempo bersama beberapa narasumber mengenai fintech di salah satu resto di Surabaya.
Dalam Ngobrol Tempo ini kita
diedukasi bagaimana menghadapi perkembangan dunia keuangan dengan pinjaman yang
begitu mudah. Sebenarnya, di satu sisi adanya fintech ini sangat membantu para
UKM untuk berkembang, yang memang membutuhkan dana cepat dan mudah. Di sisi
lain, saat ini banyak yang disorot mengenai bunga pinjaman yang gila-gilaan,
terlebih lagi cara penagihan yang meneror.
Jangan Meminjam Untuk Kebutuhan Konsumtif
Bapak Semuel A. Pangerapan – Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika
mengatakan, “Jangan meminjam untuk kebutuhan konsumtif.” Ya, sayangnya, banyak
orang meminjam uang bukan untuk keperluan bermanfaat seperti mengembangkan
usaha, tetapi mereka justru meminjam untuk bergaya dan membeli sesuatu
yang tidak menghasilkan.
Perusahaan pembiayaan ada untuk
membantu mereka yang benar-benar membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan
untuk biaya lainnya, yang lebih bermanfaat daripada untuk hal konsumtif.
Dalam dunia digital ini, dulunya
meminjam dana haruslah ke bank, bertatap muka dan harus ada identitas yang bisa
dilihat. Sekarang ini, banyak perusahaan keuangan yang membawa masyarakat ke
dalam dunia digital, tentunya dengan adanya hal ini masyarakat akan dipermudah,
tetapi kita juga harus paham risikonya.
Banyak Hal Beralih ke Dunia Digital
Indonesia memiliki pengguna
internet sebanyak 45%, itu berarti hampir separuh penduduk Indonesia paham apa
itu internet dan lebih banyak menggali informasi lewat dunia maya. Kemarin,
ketika mengikuti salah satu event pemerintah, saya mendapatkan informasi bahwa,
dana pengiklanan pemerintah dialihkan ke netizen yang itu berarti dialihkan ke
internet.
Bapak Semuel A. Pangerapan
mengatakan, bahwa seluruh Indonesia akan segera dikover dengan jaringan
internet, agar semua orang bisa menjangkau dunia digital dan informasi yang
akurat.
Direktur Jenderal Aplikasi dan
Informatika itu kembali mengatakan,”Data di era digital adalah The New Oil. Data harus dikumpulkan dan
diperkaya.”
Selain Semuel A. Pangerapan, pun
hadir Bapak Agus Kalifatullah Sadikin
selaku Head of Partnership PT Ammana
Fintek Syariah.
“Pembiayaan itu untuk mengubah
masa depan menjadi lebih baik, bukan justru membuat orang bunuh diri,”ucap
Bapak Agus, ketika memulai diskusinya. Melihat keadaan sekarang ini, banyak
orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar dan berakhir memilih hutang
di tempat lain untuk menutup hutang sebelumnya. “Jangan gali lubang, tutup
lubang,”lanjutnya.
Bapak Agus sendiri mengatakan
misi dan visi dari Ammana adalah bagaimana menghubungkan finance dengan digital
daerah atau lebih tepatnya kepada UKM yang ada. Banyak UKM yang perlu
pembiayaan, namun sulit mendapatkan tempat pembiayaan yang tepat. Ammana
sendiri memberikan biayar melalui beberapa investor. Bisa jadi, satu UKM
dibiayai oleh beberapa investor.
Beliau juga memberikan warning, untuk berhati-hati dalam memilih
fintech. Pilihlah perusahaan pembiayaan yang terdaftar dengan OJK dan kalau
bisa yang syariah. Sampai September lalu, OJK telah meminta Kementerian
Komunikasi menutup 404 aplikasi peer to
peer lending yang beredar di masyarakat. Semuel meminta masyarakat
memanfaatkan layanan Kontak OJK 157 sebelum menggunakan layanan fintech peer to
peer lending.
Selain kedua narasumber tadi,
juga hadir Andri Madian selaku Chief Marketing Officer Akseleran mengatakan,”Kalau
bapak ibu menemukan fintech yang belum
terdaftar dalam OJK harus berhati-hati, karena risiko lebih tinggi.”
Andri pun menuturkan bahwa cara
untuk melihat fintech tersebut legal
atau tidak, bisa melihat pada situs OJK. Di situs tersebut terpampang nama-nama
fintech yang sudah mendapatkan ijin
dan pengawasan dari OJK. Dia juga mengatakan bahwa, status diawasi dan
terdaftar di OJK berlaku selama satu tahun, setelah itu fintech harus melakukan upgrade
diri.
Yang jelas, sebelum memutuskan
untuk mencari pinjaman dana di fintech
kita harus cek dan ricek terlebih dahulu. Apakah sudah menjadi pilihan yang
tepat dan pas untuk meminjam dana. Selain itu, harus diperjelas, meminjam dana untuk
kebutuhan pribadi atau untuk keperluan usaha yang nantinya kita bisa
mengembalikan dengan cepat.
semoga kita terhindar dari keinginan utk meminjam yg konsumtif ya.. hanya utk foya2.. sukses selalu utk fintech Indonesia... tfs mba
ReplyDeleteBaru paham ttg FinTech setelah ikutan diskusi ini
ReplyDeleteMenariquee
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Kementrian Komunikasi menutup 404 aplikasi peer to peer lending... Ya ampun banyak yo fintech yang gak resmi
ReplyDelete