Drama Etro: Mirrorless Fujifilm Xa-2 dari Lensa Berjamur Sampai Kabel Fleksibel Putus - Etro. Apa sih yang teman-teman pikirkan, ketika membaca atau mendengar kata “Etro”? Saya sangat sering menyebut-nyebut nama itu di blog. Seperti Lelaki Melankolis, Etro, K , dan beberapa nama yang mungkin hanya saya dan beberapa orang saja yang tahu. Yang paling sering saya sebut-sebut ya, si Etro ini. Sebenarnya siapa Etro?
Dulu, saya pernah memperkenalkan
Etro di blog ini, saat pertama kali memilikinya. Teman-teman bisa membaca kisah
pertama kali saya memiliki Etro di sini. Kalau teman-teman belum pernah membaca
postingan tersebut, saya sebutkan secara singkat siapa Etro. Etro adalah kamera
saya, Mirrorless Fujifilm Xa-2.
Pernah nggak sih, teman-teman
jatuh cinta dengan benda mati? Saya sedang merasakannya. Saya berkali-kali jatuh cinta dengan benda mati ini. Tak lain dan tak bukan benda yang saya
maksud adalah Etro. Dia tak bernyawa, tetapi dia seakan-akan menjadi belahan
hati saya.
Lebay banget, kan ya? Iya,
namanya juga sedang jatuh cinta! Jangan salah, meskipun Etro ini benda mati,
tetap saja dia bisa membuat saya khawatir dan patah hati. Serius. Sudah
berkali-kali dia membuat hati saya cenat cenut.
Sebelum saya cerita mengenai apa
saja hal yang membuat hati saya cenat-cenut karena Etro ini, saya akan
menceritakan sedikit mengenai keanehan saya menamai benda mati. Percayalah,
bukan hanya saya saja yang suka memberikan nama pada benda-benda mati. Banyak
di luar sana yang melakukan hal serupa. Dan, percayalah (lagi) ketika kita
memberikan nama khusus pada sesuatu – entah orang atau benda mati – maka,
sebenarnya kita sedang mencintai sesuatu tersebut. Dengan artian kita
menganggapnya istimewa.
Panggilan Etro kepada kamera
saya, bukan hanya saya saja yang melakukannya, pun orang-orang terdekat. Bahkan,
sejak Etro pertama kali saya milikki, dia sudah saya ajak ke Bali. Ketika di
sana, teman saya berkata, “Alhamdulillah, sama Etro.”
Terasa aneh memang dan sedikit
gila, tetapi memang seperti itu keadaannya. Satu per satu, mereka – teman dekat
saya – memanggil kamera saya ini Etro. Mereka tertular penyakitku, xoxo.
Oke, saya akan memaparkan masalah
Etro yang membuat saya sakit berhari-hari, cemas dan yang jelas membuat kantong
saya menipis.
Perkenalkan Etro, Kamera Mirrorless Pertama Saya
Perkenalkan Etro, Kamera Mirrorless Pertama Saya
1 | Lensa Etro Terkena Jamur, Keluar Duit 400K!
Pertama kali Etro membuat hati
saya cenat cenut, bahkan menangis, bahkan berhari-hari saya galau. Ketika lensa
Etro ada tiga buah titik jamur, yang rasanya saat itu juga ingin saya lap dan
congkel sendiri. Sayangnya, saya tidak mengerti apa-apa mengenai lensa.
Cerita berawal dari kamar saya. Atap
kamar saya itu bocor, deras. Saat itu hujan turun, saya melihat ke dalam kamar.
Ada beberapa titik yang terkena bocor. Saya menggantung Etro di sisi lain yang
bebas bocor. Pikir saya waktu itu, yang penting nggak terkena air.
Beberapa hari kemudian, kalau
tidak salah tiga hari kemudian, saya menemukan titik-titik di lensa Etro. Saya
panik, mencari-cari informasi dan gambar jamur yang ada di lensa. Rupanya
persis! Saya sedih, menyesal karena tidak menjaga Etro dengan baik.
Saya pun mencari informasi
mengenai service yang bisa membersihkan lensa kamera dari jamur. Saya mengirim
pesan pada teman saya yang mengerti kamera di Mojokerto. Dari dia saya
menemukan Java Studio di Mojokerto. Saya pun bertanya berapa harga membersihkan
lensa kamera, dia bilang “Dlsr 100-200k. Mirrorless nggak tahu. Harusnya sih,
sama saja.”
Okelah, berbekal informasi
tersebut saya pun datang ke Java Studio di Mojokerto. Saya parkir motor,
menyeberang jalan, kemudian mengutarakan keluhan saya. Setelah dilihat-lihat,
lama, lama, kemudian “Biaya service 400k, Mbak.”
Saya melongo. Lemes. SEMAHAL ITU?
Hmmm....
Tak hanya itu yang membuat saya
melongo lagi, ketika saya bertanya berapa lama membersihkan jamur pada lensa
Etro, mereka jawab, “Satu Minggu, Mbak.” Ya Allah, selama itu? Itu hanya tiga
titik jamur. Saya kira bisa dibersihkan dalam waktu beberapa jam saja.
Membayangkan satu Minggu tanpa Etro, membuat hati saya remuk.
Pada akhirnya, saya mengiyakan.
Saya menyerahkan Etro sepenuhnya.
Sepulang dari tukang service,
saya ingin menangis. Sampai di rumah saya gondok setengah mati.
Satu Minggu kemudian, saya bisa
menjemput anak saya itu. Dia sudah sehat.
2 | Layar Etro Blank, Nggak Keluar Duit, Tapi Harus Nunggu Satu Bulan
Tak lama dari tragedi jamur pada
lensa Etro, kamera tersebut membuat saya sakit hati lagi. Huhu, begini banget
kalau sudah cinta. Ceritanya saya sedang ingin foto bersama bersama kawan-kawan
saya ketika kondangan. Nah, karena tidak ada yang bantu foto, saya pun menaruh
Etro di atas meja dan menarik layarnya ke atas. Saat itulah, tiba-tiba layar
Etro ini ngeblak, berwarna hitam. Namun, ketika diturunkan pada posisi biasa,
bisa menyala. Duh, saya pusing sekali ketika itu.
Seperti masalah pertama, saya pun
mencari informasi mengenai ini. Saya mengirim DM ke teman-teman yang memiliki
kamera sejenis, bertanya ke toko tempat saya mengadopsi Etro, saya membuat
thread di Kaskus dan mencari informasi di forum-forum. Hasilnya? Saya
menyimpulkan bahwa kabel flexibel Etro putus. Entah karena saya terlalu keras
menariknya atau karena efek jamur pada masalah pertama.
Jadi, pada LCD Fujifilm xa-2 itu
ada kabel flexibel yang menghubungkan LCD dan kamera. Kabelnya lebar, tipis dan
luwes. Bukan berarti putusnya itu, kabelnya sobek dan terlihat. Tidak, Etro
terlihat baik-baik saja secara fisik, namun ada rangkaian pada kabel
Flexibelnya yang bermasalah.
Melihat dari pengalaman
sebelumnya yang membersihkan lensa kamera saja mahal, maka saya berpikir
mengganti komponen Etro pasti lebih mahal. Untung saat itu, Etro masih garansi,
meskipun bukan garansi resmi. Itu berarti saya harus service ke tokonya.
Alhamdulillah. Sampai di sini,
kita bersyukur saja karena masih garansi. Itu berarti saya tak perlu
mengeluarkan dana untuk garansi Etro. Tapi kawan, tahukah kalian bahwa saya
mengadopsi Etro dari toko di Jakarta?
HAHAHA
Iya, saya harus mengirim ke sana,
Kawan.
Jadi saya diberitahu alamat toko
tempat saya membeli Etro. Omong-omong, dulu saya membeli Etro via online di
salah satu marketplace di Indonesia ini. Yang slogannya, “Sudah cek.... nanana
belum?” Nah itu. Selain diberi alamat toko, saya pun diberikan nomor wasap
untuk keperluan garansi ini. Saya diminta memotret invoice pembelian dahulu
kala. Untungnya, saya masih simpan rapi bersama kardus Etro.
Atas seijin orangtua, saya pun
mengemas Etro dengan baik. Saya kirim semua perkakas Etro ke sana. Tahu apa
yang saya rasakan saat itu? Saya ingin Etro pergi, saya ingin menjual Etro.
Saya berharap dengan begitu, rasa sakit saya akan terobati.
Prosedur mengirim barang
elektronik semacam Etro, tak harus pakai packing
kayu, kok. Tapi, harus diasuransikan. Saya lupa berapa asuransi Etro waktu itu,
bisa teman-teman search sendiri ya. Setelah
mengirim dan menyerahkan pada ekspedisi, saya menunggu.
Menunggu...
Mengecek resi...
Menunggu...
Mengecek resi...
Etro sudah berada di toko yang
saya tuju. Saya pun mengkonfirmasi. Saya menanyakan apakah Etro sudah di tangan
mereka? Ya, meskipun sesuai keterangan pada ekspedisi, barang sudah diterima.
Mereka mengkonfirmasi bahwa Etro sudah ditangan mereka dan sedang dibawa ke
devisi service.
Oke. Itu berarti, saya harus menunggu
lagi.
Kawan, cerita ini masih panjang.
Kalau masih tetap ingin tahu nasib Etro, silakan baca. Kalau tidak, silakan skip dan ngopi saja.
Saya masih menunggu sampai
akhirnya, saya mendapat kabar bahwa memang benar kabel flexible Etro bermasalah
alias putus. Dan, tahu tidak teman-teman, mereka tak punya stok sparepart kabel flexibel untuk Fujifilm
Xa-2 dan mereka harus order dulu. Tahu ordernya ke mana? Ke Singapura.
Hmmm...
Menurut informasi dari mereka
proses order dari Singapura memakan waktu selama satu sampai dua minggu. Itu
belum proses pengerjaan dan pengiriman kembali pada saya. Ya Allah. Karena
sudah terlanjur di sana, maka saya pasrah dan menunggu. Sampai akhirnya, waktu
menunggu pun habis. Kira-kira satu bulan lamanya. Akhirnya, Etro dikirim ke
rumah.
Tapi, drama belum selesai,
Kawan...
Ya Allah, Lan, poin dua ini
panjang sekali. Sudah kubilang, kan, akan panjang. Kalau lelah, berhenti dulu,
Sis, ngopi.
Jadi setelah Etro kembali ke
tangan saya, sudah bisa dipakai selfi kembali. LCD sudah normal dan yang
terpenting saya tidak mengeluarkan biaya untuk service dan membeli sparepart. Ya, hanya mengeluarkan dana
untuk mengirim Etro ke Jakarta saja. Wuh, dia sudah sampai di Jakarta dan
mamanya belum pernah ke sana – abaikan ini.
Saya pun mencoba memotret apa pun
di rumah, karena begitu rindu. Saya pun mencoba memakai mode manual. Seketika
itu, saya melihat keanehan pada layar Etro. Setiap pakai mode manual, ada
bintik-bintik kecil pada objek. Aneh. Etro dulu tidak seperti ini. Saya pun
menghubungi tukang service yang menangani Etro.
Jawaban dari tukang servicenya
tak membuat saya puas, terlebih lagi saat itu weekend sehingga saya tidak mendapatkan pelayanan yang cukup.
Akhirnya, saya pun mencari informasi di dunia maya mengenai ini, Alhamdulillah,
ketemu.
Saat itu, saya sudah pasrah dan
ingin menjual Etro – sebelumnya urung, karena masih sayang- dan merasa sangat
lelah dengan semua ini *apa sih*. Ternyata, Kawan, apa yang terjadi di layar
Etro dengan mode manual dan bintik-bintik itu bukanlah sebuah masalah. Itu
memang fitur yang ada di Fujifilm Xa-2, lol. Jadi, saya tinggal setting dan
taraaa.... kembali seperti semula.
Kawan, drama Etro poin kedua ini
memang panjang. Tapi, belum selesai. Masih ada drama selanjutnya, di poin
terakhir.
Silakan baca....
Kalau lelah, istirahat dulu dan
jangan lupa besok akses blog saya lagi setelah lelahmu sirna.
Omong-omong, saya pun merasa
lelah menulis curhatan ini. Tapi, saya tetap ingin berbagi.
3 | Layar Etro Blank (lagi)
Enam bulan berlalu, kebersamaan
dengan Etro semakin erat. Sungguh, saya seperti menganggap Etro ini kekasih
(atau anak?) haha. Intinya, tak ada masalah dengan Etro. Dia pun saya pakai
untuk bekerja di HungryNow, sebagai food
photographer. Selama itu, tidak ada masalah sama sekali. Etro baik-baik saja.
Hanya sempat memorinya nggak terdeteksi saja. Selebihnya, aman. Nah, pada bulan
Februari ketika saya berkumpul dengan Ning Bloger Surabaya, Etro berulah
kembali.
Hati saya remuk.
Saat itu kami sedang foto
bersama, tentu saja pakai Etro. Saya potret-potret terus, supaya saya bisa
ikutan foto saya meletakkan Etro di atas meja. Ya, seperti sebelumnya, saya
menarik layar Etro. Ya, mungkin terlalu keras. Dan, layar Etro jadi hijau.
Iya, hijau kekuningan.
Firasat saya sudah tak baik, tapi
masih berusaha berpikir positif soal ini. Saya kembali mencari informasi, kali
saja ini hijau kuning memang fitur dari kameranya yang tak saya ketahui kan.
Saya masih berpikir positif. Otak-atik sana sini, nggak nemu-nemu. Sampai
akhirnya, saya kembali mengangkat LCD Etro. Blank.
Oke, berbeda dengan poin nomor
dua apabila LCD diangkat untuk selfi saja yang blank, kali ini semua blank. Mau
pas posisi normal maupun selfi, semua sama saja. Hmmm, saya kesal. Etro berulah
lagi. Lagi-lagi, saya kepikiran untuk menjualnya.
Karena saya pernah mengalaminya,
saya sekarang lebih selow. Tetapi, karena berpikir pasti biaya service mahal,
serta kepikiran mengenai menunggu Etro lebih lama lagi, saya kepikiran juga. Saya
pun searching mengenai kabel flexibel
Fujifilm xa-2 ini. Kemudian, menemukan link youtube mengenai hal ini. Ternyata,
kelemahan Mirrorless Fujifilm seri Xa-2 dan beberapa saudaranya yang LCD-nya
bisa dibuat selfi memiliki masalah serupa. Bukan Etro saja, Gaes. Dan biaya
service sekitar Rp 600.000. Lumayan, kan?
Mengirim kembali Etro ke Jakarta
menjadi opsi terakhir, karena tidak mau menunggu lama lagi. Jadi, saya mencari
informasi service kamera di Surabaya. Tentunya, yang sudah terbiasa menangani
kamera sejenis Etro.
Saya juga kepikiran untuk mencoba
service di Fujifilm Center yang ada di Surabaya. Tapi, ketika saya menemukan
blog mengenai service di Fujifilm Center dan kameranya bukan garansi resmi
fuji, hati saya mencelos. Biaya service tiga kali lipat. Duh.
Meskipun begitu, saya tetap mengirim
pesan melalui surel ke Fujifilm Center. Usaha tidak ada salahnya dong.
Sambil menunggu balasan dari
Fujifilm Center, saya mengirim pesan ke inbox service kamera di Surabaya. Ada
empat service kamera yang saya inbox. Yang pertama, menolak katanya harus ke
Fujifilm Center. Okelah, skip. Kedua tidak membalas. Jelas, skip. Ketiga
membalas, namun sama seperti yang pertama. Terakhir, lama balasannya. Saya
masih mencari informasi di instagram, kemudian menemukan foto kamera mirrorless
Fujifilm yang masalahnya sama. Sayangnya, bukan di Surabaya melainkan di Jawa
Tengah. Sempat kepikiran mau kirim ke sana, namun urung. Sampai akhirnya, chat
terakhir service kamera itu membalas. Mereka tanya jenis kamera apa dan bilang
bisa. Asik! Untuk harga, saya harus datang sendiri ke sana. Dan Alhamdulillah,
lokasinya dekat dengan kosan. Beruntung!
Tanpa ba bi bu, akhirnya saya
langsung berangkat ke lokasi. Kurang lebih memakan waktu 20 menit. Sesampainya
di lokasi, mbak-mbak di situ memeriksa Etro. Lalu, dia menelepon sang pemilik
dan berkata biaya service antara 500-600 ribu dan lama pengerjaan 3-5 hari.
“Pakai DP?”tanyaku.
“Nggak usah. Bayar full ketika
pengambilan.”
Saya berpikir sejenak. Lumayan
cepat, pikirku. Okelah, saya setuju. Saya dimintai nama, alamat dan nomor
telepon. Lalu, saya diberi selembar kertas service. Kemudian, saya pulang.
Dalam kertas service yang saya
terima ada semacam nomor garansi dan itu bisa digunakan untuk mengecek apakah
service sudah selesai atau belum di webisite service kamera yang saya datangi.
Nah, malamnya saya cek dong. Dalam keterangan sudah selesai dan biaya 500 ribu.
Cepet banget!
Sayangnya, meskipun dalam keterangan
sudah selesai, sampai esoknya dan esoknya lagi saya belum juga dihubungi.
Karena kata mereka kalau sudah selesai akan dihubungi. Karena saya buru-buru
dan butuh Etro, akhirnya saya menghubungi terlebih dahulu.
Ternyata, memang sudah bisa
diambil. Akhirnya, esoknya saya ke service dan mengambil Etro. Di sana, saya
sempat mengobrol dengan mbak-mbak service di situ. Dia bilang memang seri ini
sering putus kabel flexibelnya. Saya beruntung karena service ini setok sendiri
dari Singapura. Dulu, sebelum setok sendiri kesusahan juga. Selain itu, beliau
cerita kalau ada seri Fujifilm Xa-3 yang nganggur di tokonya karena belum ada sparepart-nya. Karena ya memang, pihak
Fujifilm belum membuatnya.
Dan Etro langsung saya ajak
bekerja. Saya jual? Nggak jadi. Saya masih sayang sama Etro. Tapi, saya sudah
nggak mau pakai Etro untuk selfi lagi. Kapok.
Biang kerok |
Ah ya, saya pun mendapat balasan dari Fujifilm Center, balasannya cukup membuat merasa meh?, ternyata dari pihak Fujifilm sudah tidak mau menerima service kamera Fujifilm yang bukan garansi resmi Fujifilm. Bukan soal biaya tiga kali lipat lagi, melain sudah tidak menerima. Saran saya, bagi teman-teman ingin membeli kamera belilah yang garansi resmi, biar nggak kebingungan seperti saya. Hihi.
Ya, saya akhiri saya cerita saya
mengenai si ganteng Etro ini. Semoga bisa jadi manfaat ya!
Panjang ya cerita soal etro. Dan akhirnu nggak jadi dijual. Baiklah
ReplyDeleteKalau baca cerita tentang kamera begini aku bisanya cuma mupeng aja, maklum sehari2nya cuma pake kamera ponsel dan kadang kamera pocket hihihi
ReplyDeleteKesetiaan mbak Wulan terhadap Etro patut diacungin jempol :) Suka duka diarungi bersama :) Okelah jangan dipakai selfie lagi Etronya, daripada kabel fleksinya bermasalah malah ngambek nanti :P Masih banyak perangkat lain seperti smartphone yang kian canggih buat selfie, wefie, bokie (bokeh selfie).
ReplyDeleteYang baca jadi ikut lelah sama dramanya. Mahal juga ya biaya perawatannya. Capek hati. Udah kekepin aja, jangan dipinjemin.
ReplyDeleteItu lokasinya di perumahan puri surya jaya sidoarjo ya kak?
ReplyDeleteIya, sudah pindah tempat. Aku nanti update buat lokasi barunya, ya.
Delete