Food Photography Mudah? Hmmm - Saya pernah membahas mengenai
pengalaman pertama menjadi food
photographer di sini. Siapa sangka, pengalaman saya tersebut banyak yang
berkomentar, mengatakan saya keren, hebat, panutan dan manis. Padahal, saya
sama sekali tidak demikian. Tidak seperti kelihatannya. Yang keren ke mana-mana
bawa Etro (kamera), kerjaannya pencet-pencetin shutter, dari cafe to cafe,
hidup hedon atau apalah-apalah. Tidak
seenak kelihatannya, Guys.
Dunia fotografi merupakan hal
baru bagi saya, apalagi fotografi makanan. Teman-teman tahu sendiri, saya lebih
suka memotret cangkir, benda-benda lucu dan flatlay.
Soal foto makanan, saya benar-benar nol,
selalu memotret asal-asalan tak pernah mengerti mana fokus utama sebuah makanan
untuk dipertontonkan pada penikmat foto.
Ketika kali pertama melamar kerja
menjadi fotografi lepas di Hngry, foto-foto saya dikomentari bahwa terlalu
berantakan dan tidak fokus. Dulu, saya merasa foto saya tidak ada masalah,
sekarang saya melihat jauh perbedaannya. Tentu, ada harga yang harus dibayar
untuk mendapatkan foto yang sesuai. Dan, ternyata melakoni food photography itu tidak mudah.
Pertama, harga yang harus kamu
bayar adalah kamu harus rela bertambah gemuk dan identik dengan makanan. Orang
ketika melihatmu, bakalan langsung memikirkan makanan. Padahal, saya berencana
untuk menurunkan berat badan. Teman-teman tahu sendiri, di blog saya ini banyak
tips menurunkan berat badan dan hal-hal lain mengenai kesehatan yang tak
jauh-jauh dari itu.
Kedua, mengenai warna atau tone foto makanan. Biasanya, saya
memotret flatlay, asal cerah dengan background putih maka tidak akan pernah
gagal, seburuk apa pun kita menata properti di atas alas foto. Tapi, untuk
makanan, ada saja yang salah meskipun kita menggunakan background atau properti berwarna putih. Ada hal yang harus
diperhatikan, apakah tone foto
tersebut bagus? Tidak kuning? Bisa dibayangkan bagaimana orang tertarik dengan
foto makanan yang kuning. Hal yang sering terjadi ketika saya memotret di rumah
makan dengan pencahayaan kuning. Benar-benar problematika hidup seorang fotografer.
Ketiga, apa yang kamu tonjolkan
dari sebuah foto makanan?
Lauk?
Nasi?
Kerupuk?
Atau, sambal?
Ketika baru menggeluti dunia
fotografi makanan, saya sama sekali tidak memperhatikan hal tersebut. Sampai salah
satu kawan saya, yang sama sekali tidak mengerti mengenai fotografi makanan,
saya mintai pendapat mengenai foto saya. Kebetulan, dia seorang yang kritis
terhadap sesuatu. Ketika saya menyerahkan beberapa foto, salah satunya dia
bilang, “Ini yang pertama kali aku lihat tahu. Nggak selera. Tahu, ya rasa
tahu.” Padahal, itu foto nasi cumi, tapi dia fokus ke tahu karena tahu balado
berada di depan dan menjadi fokus dia.
Berkali-kali, atasan saya
berkata, “Bikin foto yang bisa membuat orang lain ngiler.” Ya, ini mengenai
sudut pandang bagaimana kita melihat sebuah foto makanan dan membuat orang lain
ngiler dengan foto tersebut. Ini sangat penting, karena akan mengundang orang
lain untuk tahu.
Ini berat. Sungguh. Ketika saya
memotret, saya selalu ingin makan makanan tersebut karena memang berada di
depan mata saya. Jadi, sudut pandang saya sangat berbeda dengan orang awam yang
melihatnya melalui foto.
Apa yang tak bisa dilihat dari
seorang fotografer, terkadang bisa terlihat oleh orang lain. Apa yang tak bisa
dilihat oleh orang lain – bukan seorang fotografer makanan – akan terlihat oleh
fotografer makanan.
Keempat, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan ketika mengambil sebuah foto. Oke, kalau sudut pandang
pengambilan sudah baik, bagus. Tetapi, bagaimana dengan background? Saya pernah
menyesal sekali ketika ke warung kaki lima dengan pencahayaan apa adanya. Saya
memilih duduk di dekat lampu. Oke, pencahayaan sudah teratasi, tetapi yang
bikin sedih adalah background foto yang nggak banget. Alas meja yang saya
gunakan kotor. Ketika memotret, hal tersebut terlihat biasa saja, tetapi ketika
sudah masuk ke laptop otomatis foto itu menjadi jelas. Maka, alas meja yang
kotor terlihat jelas.
Sungguh, itu adalah sebuah
malapetaka.
Makanan dan kotor, tidak boleh
dalam satu ruang lingkup meskipun itu ada di sebuah foto.
Itulah beberapa hal yang harus
diperhatikan ketika memotret sebuah makanan, belum banyak yang saya tahu, maka
ini saja dulu yang saya bagikan. Kapan-kapan akan saya share kembali pengalaman
memotret saya yang luar biasa.
Sampai jumpa!
Kalau foto makanan, aku selalu minta tolong orang sih. Soalnya kalau aku yang foto, kurang bagus hasilnya. hehehehe :D Ternyata memang harus mengandalkan kreatifitas yang tinggi. :D
ReplyDeleteEntah kenapa saya nggak suka motret benda mati ya apalagi makanan
ReplyDeleteaku kalau moto makanan kurang artistik, apa adanya hahahaa karena ga sabar pengen cicip XD hahahaaa
ReplyDeleteBerat banget ya mbaaaa, bikin ngiler :D aku cuma pernah project di rumah. Cukup membuat otak bekerja, tapi so much fun..
ReplyDeleteAku jg ga kuat pengen langsung dimaem. Salut deh sama food blogger yang bisa foto cakep dulu.
ReplyDeleteIni yang bikin makanan mesti dicekrek ber-kali2, haha... Karena saya memang masih belajar. Terus share ilmunya ya,Mba. Saya ikut belajar 😁
ReplyDeleteBoleh juga nih dicoba food photography nya, nyoba beberapa genre fotografi itu asik :)
ReplyDeletewah hrs banyak belajar ini, aku sih suaknya asal jepret saja ya, gak kuat mau makannya saja
ReplyDelete