Ketika Patah Hati di Usia "Siap Nikah" - Aroma kopi menguar di seluruh
ruangan kecil yang saya jadikan kamar tidur sekaligus ruang kerja. Saya, selalu
sarapan sebelum pukul sembilan pagi. Entah sarapan berat atau sekadar secangkir
kopi, dengan mug yang berbeda setiap harinya. Terkadang, saya hanya memakai mug
berkelir putih dengan quote berwarna
hitam hadiah dari salah satu toko buku online. Mug tersebut, menjadi salah satu
mug favorit.
Kesenangan tersendiri bagi saya,
menulis pagi hari dengan cangkir kopi berada di sisi kanan komputer jinjing dan
lagu-lagu klasik ataupun lagu jazz
berputar dari youtube. Suara speaker pun membantu mood menulis saya setiap pagi.
Saya menikmati kehidupan saya
seperti ini. Menulis, menghasilkan uang, menghabiskan uang, menabung,
beristirahat dan fokus pada passion.
Tak ada hal lain, apalagi cinta. Saya, sudah melupakan satu komponen tersebut
terlalu lama. Bahkan, di usia siap nikah pun, saya masih mengenyampingkannya.
Kemudian, cinta hadir kembali.
Dari orang yang sama di masa lalu. Bukan dia, tetapi cinta itu.
Saya mengenalnya selama
bertahun-tahun, bukan satu dua tahun, tetapi bertahun-tahun. Saya mengenalnya
sejak duduk di bangku SMA, dia teman lelaki yang pendiam dengan banyak
pemikiran-pemikiran yang mungkin bila orang lain mengetahuinya, mereka akan
mengerutkan dahi. Pertemanan kami didominasi lewat pesan-pesan singkat,
curhatan, dan diskusi absurd namun berbobot. Terkadang, saya lelah apabila
diajak berdiskusi terlalu panjang hingga memaksa saya untuk berpikir keras,
namun sekarang saya merindukannya.
Di saat-saat saya meminta sama
Tuhan untuk menghadirkan seseorang yang mampu membuat saya tenang, membuat saya
percaya dan membuat saya tetap merasa baik-baik saja. Dia hadir menawarkan
harapan untuk mewujudkan impian hampir setiap wanita, pernikahan. Kami dekat,
lebih sekadar kawan, rutinitas kami pun mulai terjadi pergeseran. Awalnya
sekadar lewat pesan singkat, kini berubah menjadi pertemuan secara langsung.
Saya mengingat, sejak hubungan
kami mulai intens, kami hanya bertemu dua kali, di tempat yang sama. Pertemuan
pertama kami menghabiskan waktu mengobrol, pertemuan kedua pun mengobrol
sembari menyantap bubur ayam di tempat kami menuntut ilmu dahulu.
Seperti kebanyakan perempuan, pun
saya berharap hubungan kami terus membaik, berkembang dan berakhir bahagia.
Sayangnya, saya lupa segala hal di bumi, dunia ini terjadi atas kehendak-Nya. Kami
pun memutuskan berpisah, karena sesuatu hal yang tak bisa kami perjuangkan atau
lebih tepatnya hal yang tak bisa ia perjuangkan.
Tak ada yang bisa saya lakukan
lagi, selain menerima. Berusaha ikhlas dan menganggap semua baik-baik saja.
Meskipun pada kenyataannya, saya tidak baik-baik saja.
Mungkin terlalu cepat saya
memaksakan diri untuk segera berkata ikhlas, untuk melupakan perasaan yang
terlanjur terbangun kembali, menganggap semua baik-baik saja dan berusaha
kembali ke rutinitas sebelum dia hadir. Mungkin, saya terlalu sombong karena menganggap
hati saya kuat untuk tetap bertahan, memaksa senyum hadir di setiap tawa.
Kenyataannya, ada di suatu titik, saya sangat merindukannya.
Teramat rindu, hingga membuat
saya menyalahkan segala hal yang terjadi kepada saya, karena kehadirannya.
Saya tak pernah memintanya untuk
hadir.
Patah hati di usia siap nikah, sungguh membuat saya sulit
untuk melangkah. Mbak Tikha berkata, berapapun usiamu ketika patah hati,
rasanya akan tetap sama. Saya menjawab, berbeda. Dulu, ketika patah hati, saya
tidak merasa sekosong ini. Di usia sekarang, ketika patah hati saya dituntut
untuk menjadi dewasa dengan cepat menerima keputusan yang di luar kendali saya.
Langsung berkata iya, ketika didekati dan langsung berkata ikhlas ketika
ditinggalkan.
Beberapa tahun lalu, ketika saya
patah hari seorang teman berkata,”Nggak apa-apa, itu membuatmu lebih dewasa.”
Sekarang, ketika saya merasa sudah dewasa, patah hati membuat saya merasa
“Meh?”terlebih lagi, patah hati yang saya rasakan ini pada orang yang
seringkali menjadi kawan curhat serta seseorang yang membuat hati saya tenang.
Sungguh, saya benar-benar merasa
kehilangan dan ... entahlah.
Di luar sana, orang-orang
berangkat bekerja, menerjang lalu lintas yang selalu macet, berpanas-panasan,
dimarahi atasan, pulang, beberapa lagi orang saling mengikat janji, menjalani
segala rutinitas dan waktu terus maju. Saya, di sini dilanda kebingungan. Jalan
di tempat, tanpa tahu harus ke mana.
Sampai akhirnya, saya meminta
kepada orangtua, saya ingin indekos. Memulai hidup baru, menerima pekerjaan
baru, bertemu orang-orang baru, berkenalan dengan seseorang, menonton, meningkatkan
kualitas diri, mengikuti segala kegiatan dan membahagiakan diri. Berharap,
dengan begitu dia akan pergi dengan sendirinya.
Tapi, saya tetap merasa kosong.
Hanya terdengar gema dalam
ruangan gelap, berdebu dan mencipta sesak.
Seakan pada bagian kita pernah saling berharap, tak pernah ada.
Disaat ada sang pengganti. Pasti rasa kekosongan itu akan hilang dengan sendirinya. Tapi pastikan bahwa sang pengganti bukanlah hanya sekedar pelarian atas hati yang sedang kosong. Semangat dan terus berusaha😘
ReplyDeleteAku juga lagi merasakan kekosongan nih,
ReplyDeleteUntungnya aku ga sedang patah hati,
jadi penderitaanku yang terlalu double hhh.
Mulai sekarang kita memantaskan diri saja ya,
InsyaAllah someone special akan datang dengan sendirinya :)
sweet ...
ReplyDeletesemangat mbak wulan..
Dear Wulan.....patah hati memang akan selalu menyakitkan (di usia berapapun),,,bersyukurlah karena masih bisa jatuh hati, meski belum berjodoh. Ada banyak kisah patah hati yg mungkin lebih mengenaskan (kaya gue, yg putus di saat mau nikah, LOL. Drama lalu jatuh cinta ma beda agama, patah lagi #CurcolAlert),,,Setelah beberapa minggu you will be getting stronger, wiser, Itu pasti... Keep believe in love ya :D
ReplyDeleteHuwaaaa, aku pun :')
ReplyDeleteSemangat mb wulan, :) Semua akan indah pada waktunya
ReplyDeleteY berarti jodohnya bukan dia..
ReplyDeleteNtar psati juga bakal ketemu jodohnya kok..
Emang awal-awalnya perih, apalagi kalo ditinggal nikah..
Tapi lama-lama juga sembuh..
Mungkin Tuhan sedang menyiapkan seseorang yang lebih baik darinya, dek. Yakin bahwa "saat" itu akan tiba *sok bijak euy :p
ReplyDeletesyemangaadd wulan..jalan2 kesini aja yuukkk hehe
ReplyDeleteBe strong mbak. Sakit, sakit memang. Tetapi tetap harus bertahan. Lebih deket ke Allah. Dan minta supaya segera dipertemukan dengan lelaki yang tepat. Menyembuhkan hati memang susah namun bisa dilakukan. Tetap semangat mbak...
ReplyDeleteSemangat, semoga diberi yg terbaik
ReplyDeleteSemangat yaaa...
ReplyDeleteSaya jg gitu...udah pacaran berabad2 eh putus di masa2 kami udah merencanakan menikah. Ini tanda Allah sayang, gak mau saya bersama orang yg kurang tepat. Nyatanya 2 tahun kemudian saya nikah dg orang yg sangat sayang sama saya. Dia gak masalah dg masa lalu saya. Dia percaya dg saya. Itu yg terpenting 😊
Saya doakan kamu segera bertemu dg yg terbaik
Biss merasakan patah hati patut disyukuri karena tandanya masih punya hati ;)
ReplyDeleteMm, saya belom pernah merasakan yg Mbak Wulan alami sih. Tapi bertemu suami saya, bikin saya bilang, "Allah selalu punya caranya sendiri untuk mempertemukan kita dengan si dia."
ReplyDeleteSebelum bertemu sih, saya banyak maen dengan para sahabat. Jadilah hidup tidak terasa kosong.
Semangat Mbak..!
Duh.. nyesek bacanya.. serupa dengan kejadian yang baru saya alamai..
ReplyDeleteLan, ini postingan 2017??
ReplyDeleteKok aku baru baca yhaaaa :D
Sekarang masih patah hati atau udah sembuh?
Yuk yuk, beredar ama maknya Sidqi, ntar aku kenalin cowok2 yg single-available
--bukanbocahbiasa(dot)com
Wah, sayang sekali, sepertinya sudah tidak boleh lagi nih. Sudah tidak single lagi sekarang :)
Delete