Beberapa waktu lalu, ada
perbincangan hangat mengenai perempuan yang butuh kepastian di linimasa. Sebenarnya,
saya enggan ikut-ikutan membahas sesuatu yang sedang hangat, lantaran saya
sendiri tidak paham betul dan tidak mengalaminya langsung. Tapi, kali ini
sedikit berbeda. Memang, saya tidak ikut mengalaminya, tetapi saya sedikit tahu
mengenai hal tersebut.
Ceritanya, mengenai Selma yang
dilamar putra Pak Amien Rais, Haqy. Di sini, Selma masih dalam hubungan dengan
kekasihnya Senna yang sedang melakukan pendidikan. Selma memutuskan untuk
menikah dengan Haqy dan tentu saja meninggalkan Senna, dengan dalih wanita
butuh kepastian.
Kisah ini mengingatkan saya
dengan dua teman kuliah saya. Ceritanya hampir mirip dan memang mirip. Saya
tidak akan menghakimi, mana pilihan yang tepat bagi Selma, meninggalkan Senna
atau menunggu tanpa kapan tahu mereka akan menikah. Saya hanya akan bercerita
mengenai dua teman kuliah saya.
Ketika kawan saya dilanda
kebimbangan saat itu, dia bertanya kepada saya,”Kalau kamu jadi aku, siapa yang
kamu pilih?”
Tanpa berpikir panjang, saya
menjawab,”Orang yang saya kenal.”Tentu, yang saya maksud adalah pacar saya –
kalau saya punya pacar.
Tetapi, itu jawaban saya dulu.
Tanpa berpikir panjang dan tanpa benar-benar memposisikan diri saya sebagai
kawan saya yang bimbang tersebut. Mungkin, saya juga akan menjadi Selma apabila
di posisi dia atau saya akan tetap pada pilihan saya. Tidak ada yang tahu,
karena saya tidak menglaminya sendiri.
Segala hal yang saya ungkapkan di
sini, murni sekadar opini
Saya lupa kapan tepatnya hal itu
terjadi, saat itu kami masih kuliah, masih jauh dari hari kelulusan. Bahkan,
belum masuk semester di mana kami harus mengurus Tugas Akhir. Datanglah
seseorang yang akan melamar teman saya tersebut, yang keadaannya teman saya
masih memiliki kekasih di kampus.
Tentu, yang melamar itu seorang
lelaki yang katanya – saya tidak tahu sendiri, makanya saya bilang katanya –
sudah mapan, dewasa dan siap nikah. Setelah bertemu dengan lelaki itu, pikiran
kawan saya berpaling. Bahkan, dia terlihat sangat bersemangat menanti hari di
mana mereka akan menentukan hari lamaran.
Selang beberapa waktu, rencana
tersebut tidak terjadi. Saya tidak tahu pasti apa alasannya. Yang saya dengar,
ada masalah dengan si lelaki atau keluarga si lelaki yang kurang baik. Akhirnya,
rencana dibatalkan.
Kawan saya yang kedua mengalami
hal serupa, tetapi satu ini akhirnya mereka menikah. Bahkan, kawan saya sampai
tidak meneruskan perjuangan kuliahnya demi membina rumah tangga. Sangat
disayangkan, ya. Tapi, kembali lagi pada diri masing-masing. Pilihan hidup.
Pilihan Hidup
Apa yang ada dalam benak kalian
ketika membaca dua kata di atas? Pilihan hidup. Apa yang terlintas dalam
pikiran kita ketika dua kata itu disebutkan? Beberapa waktu lalu, saya mengenal
seseorang. Sudah lama sih, empat tahun mungkin. Dia ke mana-mana naik angkot,
kendaraan umum. Entah jauh ataupun dekat. Saya pikir dia tidak bisa naik motor.
Tetapi, saya salah. Dia bisa. Tapi, saya tidak tahu apa alasannya dia tidak
mengendarai motor. Ada pula, kawan saya yang baru saya kenal. Dia pun serupa.
Ke mana-mana naik kendaraan umum. Dia bilang tidak bisa naik motor, tapi
sebenarnya bisa. Padahal dia laki-laki. Lagi-lagi, ini masalah pilihan hidup.
Hidup kita adalah milik kita
Menghakimi orang lain karena
pilihan hidup mereka, yang menurut kita salah adalah sebuah keegoisan. Kekanankan
menurut saya. Karena pilihan hidup yang kita pilih, belum tentu juga terbaik
untuk kita dan benar menurut orang lain.
Ada kalanya kan, kita menyesali
apa yang sudah kita pilih tahunan yang lalu. Padahal, ketika memilih dan
berkata ya atau tidak, kita sangat yakin akan pilihan tersebut. Terkadang, kita
sampai menginginkan mesin waktu untuk kembali ke titik tersebut dan mengubah
pilihan dan berharap berubah pula nasib yang kita jalani saat ini.
Kita tak pernah tahu apa yang
akan terjadi dengan kita di tahun-tahun yang akan datang. Bahkan, apa yang akan
terjadi pada detik berikutnya hidup kita pun, kita tak pernah tahu. Tentunya,
kecuali Tuhan yang maha tahu.
Jadi, siapa kita yang seenak udel
mengatakan pilihan orang lain sebuah kesalahan?
Perempuan butuh kepastian
Ehm,
Mengenai kasus Selma, sangat
tidak adil rasanya apabila membandingkan isi otak Haqy dan Senna dalam satu
ruang. Dalam satu keadaan yang jelas-jelas mereka berbeda jauh. Sama halnya
seperti kekasih kawan-kawan saya, dan mereka yang akan melamar bermodalkan
kemapanan. Di sisi lain, perempuan yang memiliki “goal” menikah muda pun tidak
bisa disalahkan, terlebih lagi melihat kondisi dan stigma masyarakat di
Indonesia mengenai perempuan yang diusia matang belum juga menikah. Maka, dalam
kondisi ini tidak ada yang bisa disalahkan.
Belum usai saya menuliskan hal
ini, lagi-lagi kawan saya ada yang memutuskan untuk meninggalkan kekasihnya dan
menikah dengan orang lain. Bedanya, mereka sudah sama-sama bekerja, entah
kenapa kekasihnya belum juga melamar dia – ya, saya sendiri juga tidak tahu
kenapa -. Di sini, saya tidak menyalahkan keduanya, apalagi si perempuan. Kami –
saya juga – sudah berusia di atas 25th, sudah cukup umur dan memang sudah
waktunya menikah. Apalagi, memang sudah sama-sama bekerja. Nunggu apalagi?
Saya pikir, banyak perempuan yang
meninggalkan kekasihnya karena orang lain, demi sebuah pernikahan. Tapi,
kemarin saya mendengar cerita dari teman saya, dia putus dengan kekasihnya.
Bukan karena dia akan menikah dengan orang lain, tetapi karena kekasihnya tidak
bisa memberikan kepastian kapan dia akan melamarnya. Di sini, saya salut.
Sangat. Sangat jarang perempuan yang berani mengambil keputusan dalam sebuah
hubungan. Kebanyakan, mereka berani mengambil keputusan untuk berpisah karena
sudah ada yang lain, yang lebih bisa memberikan sebuah kepastian.
Yap, kembali lagi pada pilihan
hidup masing-masing. Banyak yang berkata, apa yang membuatmu bahagia,
pertahankan dan apa yang membuatmu terluka, tinggalkan. Saya salut dengan
perempuan-perempuan yang berani memilih bagaimana jalan hidup mereka, tak
peduli dengan omongan orang lain. Saya lebih salut lagi dengan perempuan yang
tak pernah takut sendirian dan meninggalkan apa yang membuatnya terluka.
Meskipun, dia tak tahu bagaimana hidup dia selanjutnya setelah ia mengambil
keputusan tersebut.
Ini dunia nyata, Guys, bukan sinetron. Kalau kalian mengikuti
sinetron Berkah Cinta, si perempuan (maaf lupa namanya) lebih memilih Eros
daripada Tama. Padahal, jelas-jelas si Tama memberikan segalanya kepada si
perempuan – ya meskipun karakter si Tama dibunuh habis-habisan -. Coba saja di
dunia nyata, pasti si perempuan bakalan lebih memilih Tama daripada Eros. Kalau
saya pribadi sih, lebih memilih si Tama. Bukan karena dia kaya raya, tetapi
karena dia lebih ganteng daripada Eros – xoxo.
Jadi, kalau kalian di posisi
Selma, kalian akan memilih siapa?
Kita nggak tahu ya dari Senna-nya juga gimana. Biasanya sih, kalau sampe kejadian gitu, ceweknya emang udah nggak sayang sama pacarnya. Kalau emang sayang, mau cowok lain ngedeketin kayak gimana juga gak bakal mempan. Karena yang namanya nyaman tuh susah Mbak menurutku buat dibangun lagi dari awal sama orang yang baru.
ReplyDeleteTapi terlepas dari itu, nggak tahu juga ya yang terjadi seperti apa. Saya udah pernah DM Selma, cuma di-read, abis itu dia ngadu ke temen saya dan bilang kalau saya ngritik. Padahal cuma bilang kalau urusan gitu mah gak usah di-share di socmed juga.
Eh itu ngritik ya... Setidaknya kritik yang membangun ah. Kasian dia juga :)))
Kalo aku sih gak bisa mengandaikan kalau jadi Selma ya. Karena kan yg menjalani dia sendiri dan kita gak pernah tau apa pertimbangannya sih. Walaupun "pembelaan" dia itu kok kesannya maksa banget karena pake diumbar-umbar hehehe.
ReplyDeleteAku dan beberapa temanku mengalami nasa pacaran yang cukup lama. Menurutku wanita wajib menentukan target kapan dia harus menikah. Dan harus juga diutarakan ke pasangan. Jadi sama-sama tau, dan maaf-maaf saja kalau tidak sepakat sebaiknya kita mundur.
Intinya sih komunikasi. Tapi aku gak tau deh kalo di pertengahan jalan misalnya ada yang melamar. Disitu logika harus berperan sih. Dan juga harus mempertimbangkan banyak hal.
Iya yg kurang sregnya kenapa alasannya diumbar, ke medsos pulak errr.
DeleteMeninggalkan orang yg sdh lama dekat dgn kita, krn dia blm memberi kepastian...itu pasti juga berat buat kita sbg cewek, yg kebykan kan ce main perasaan hihihi. Kebykan yg ada malah putus nyambung putus nyambung, eaaa curcol.
Tapi kalo udah diliat dr gelagatnya emg gk serius, ya ngapain jg diterusin. Buang2 waktu :D
Balik lg, semua masalah timing menurutku, Dia Maha Tahu mana waktu yg tepat untuk kita eaaa uhuk.