Ketika Teman Sepermainan Memutuskan Menikah, dan Saya Masih Sendiri - Sewaktu SMA, kami diminta untuk membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang. Saya lupa tepatnya apa saja rencana jangka pendek saya, tapi saya ingat rencana jangka panjang saya. Waktu itu, untuk beberapa tahun ke depannya, saya ingin berkuliah di Universitas negeri, bekerja sembari kuliah, menjadi novelis, pada semester di mana usia saya 21 tahun, saya ingin menikah.
Pada kenyataannya dari impian
saya tersebut, di usia 26 ini, hanya satu yang terwujud.
Pernah terbersit dibenak kalian,
Wulan mempunyai cita-cita menikah muda? Iya, saya pernah memimpikan hal
tersebut. Menikah di usia 21, ketika saya masih berkuliah dan membayangkan
biaya kuliah beralih ke suami. Haha. Sungguh, saya pernah memimpikannya ketika
saya menjelang lulus kuliah.
Pada kenyataannya (lagi), itu
sekadar impian jangka panjang yang belum terwujud sampai sekarang.
Bagaimana perasaan saya, ketika
apa yang saya inginkan belum terwujud, sampai akhirnya satu per satu teman
sebaya naik ke pelaminan dan saya masih stuck
dengan kesendirian?
Dari tema tersebut, saya dan Mbak
Tikha membuat postingan bareng. Maklum, kami sama-sama belum menikah. Meskipun,
ya, usia kami berbeda tapi tentunya kami memiliki cara pandang berbeda mengenai
pembahasan sensitif ini.
postingan Mbak Tikha Saat Teman Sepermainan Menikah, dan Saya Masih Sendiri
postingan Mbak Tikha Saat Teman Sepermainan Menikah, dan Saya Masih Sendiri
Memang, siapa sih yang tidak
ingin memiliki hidup nomal sesuai stigma
masyarakat Indonesia sejak jaman nenek moyang? Memiliki pekerjaan dan
menikah di usia sebelum 25 tahun, mempunyai anak setahun kemudian. Hidup
bahagia, harmonis, memiliki rumah dan mobil. Saya pun, menginginkan hal
tersebut. Jauh di dalam lubuk hati, saya pun merasa resah dan gelisah. Terutama,
ketika satu persatu teman sejawat mulai memutuskan untuk mengakhiri masa
lajang.
Pada akhirnya pun, saya hampir
menyerah untuk menerima saja perjodohan yang sering diomongkan kedua orangtua.
Menyerah pada keinginan orang lain dan mengesampingkan keinginan sendiri.
Saya hanya berpikir, apa perlu
saya membahagiakan orang lain dengan menikah sesuai usia pantas waktu Indonesia agar saya dibilang perempuan normal?
Oh, God! Saya rasa itu
benar-benar merenggut kebebasan dan pemikiran saya untuk hidup saya sendiri.
Namun, tak memungkiri ketika
teman-teman mulai melepas masa lajang, ada perasaan senang bercampur kesal
menjadi satu. Rasanya nano-nano. Sama persis ketika teman seangkatan sudah
mengurus laporan skripsi, sedangkan judul skripsi kita masih ditolak melulu.
Atau seperti teman seangkatan sudah pada bekerja dan kamu masih luntang lantung
mencari pekerjaan.
Kemarin, di facebook ada yang
share mengenai zona waktu. Bukan
zona waktu Indonesia, orang Jawa, apalagi zona waktu tetanggamu ya. Tetapi,
zona waktu kita sendiri. Zona waktu setiap orang, setiap individu. Zona waktu
ini tidak ada hubungannya dengan orang lain, selain dirimu sendiri.
Dalam video tersebut, memberi
saya motivasi bahwa tidak semua orang memiliki zona waktu yang sama. Ada yang
menikah di usia muda, ada yang menikah di usia matang. Ada yang sukses di usia
26 tahun, ada yang kehilangan arah di usia tersebut. Semua orang memiliki zona
waktu sendiri. Memiliki tujuan dan prioritas hidup sendiri. Sangatlah tidak
etis apabila kita membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Memangnya,
siapa sih kita ini, sampai-sampai sok tahu mengenai hidup orang lain? Sudah
bener hidupnya? Udah bahagia, sampai berani urusin hidup orang lain? Udah pasti
masuk surga?
Tak ada yang bisa menjamin
rejeki, jodoh dan kematian selain Tuhan. Kita bukan Tuhan yang harus bisa
segalanya, bisa menikah di usia muda dan hidup bahagia. Yakin pernikahan muda
kalian bahagia?
Saya baru saja merayakan ulang
tahun ke-26 seminggu lalu. Tidak tanggung-tanggung, menjelang pergantian tahun
saya dikatain pengangguran dan perawan tua. Yang berkata demikian
teman sendiri yang saya sayangi pula. Sakit? Banget. Awalnya saya kesal. Saya
benci dikatain demikian. Saya menuntut teman saya untuk meminta maaf atas
perkataannya. Kemudian, saya sadar, kalau ternyata saya mulai ragu dengan
kehidupan yang saya pilih. Saya minder dan tidak bangga dengan apa yang saya
miliki. Apa yang sudah Tuhan kasih.
Akhirnya, saya hanya bisa
mengikhlaskan mengenai kehidupan yang sudah Tuhan kasih. Siapa sih saya yang berani-beraninya
menuntut Tuhan ini itu? Toh, selama 26 tahun hidup saya lebih dari cukup untuk
disyukuri. Untuk dibanggakan di hari tua nanti. Memangnya, apa sih tujuan saya
dalam hidup ini, sampai-sampai saya harus menyesalinya?
Apa saya tidak merasa kesepian
dengan kesendirian saat ini? Oh, tentu saja iya. Saya sering merasa terpuruk
dan merasa berada di titik rendah. Rasanya jalan saya beku dan di sekeliling
saya berputar pada porosnya. Seakan-akan saya seseorang yang lahir tidak ada
fungsinya sama sekali. Keberadaannya tidak ada artinya di kehidupan orang lain.
Tentu, saya merasakan hal tersebut.
Namun, lagi-lagi, Tuhan mengatur
segalanya dalam zona waktu masing-masing. Pada rel-rel kehidupan yang sudah
ditata sedemikian rupa. Saya tinggal menerima, menjalani, dan mensyukuri setiap
pemberian-Nya.
Aku jadi ingat adminku. Katanya pengen nikah di usia di atas 25. Eh, malah nikah sesaat setelah lulus SMA. Allah tahu mana yang terbaik buat umatnya. ^_^
ReplyDeleteSemangat untuk kita berdua ya
ReplyDeleteSemangat Mba'.. :)
ReplyDeleteSemoga segera dipertemukan dengan pangeran berkuda putihnya ya, Aamiin.. :)
Hi Wulan, salam kenal. Point of view yang menarik. Dari sini aku jadi banyak belajar tentang bagaimana perasaan orng yang satu dengan yang lainnya. Semoga kamu bisa semangat terus ya. Like you saind in the last, semoga bisa menysukuri setiap pemberian-Nya :)
ReplyDeleteSalam
Kalau aku punya temen kayak gitu, udah aku semprot abis-abisan kalik Mbak... Gampang banget ngomongnya. Lidah emang tak bertulang, tapi apa iya hatinya sedangkal itu sampe ngomongnya culas banget.
ReplyDeleteAku barusan masuk 25 dan belum lulus. Kebayang gak sih mbak rasanya? Sedih... Tapi gimana lagi, memang ini tantangan yang masih harus dituntaskan. Semoga setelah ini semuanya jadi lebih baik dan kita lebih bijak dalam menyikapi setiap permasalahan. Kiss kiss :*
xoxo,
Hanifa
http://honeyvha.com
wow selamat ulang tahun ya Wulan. belum telat kan ya hehehe...
ReplyDeleteSoal menikah kapan dan dengan siapa itu memang rahasia Ilahi, sebagaimana rahasia kapan kita dilahirkan dan kelak dimatikan. Jalani dengan santai namun tetap berdoa dan berusaha.
Sabar... Semua indah pada saatnya. Saya dulu pacaran hampir 6 tahun dengan X, eh ujung2nya sampai usia saya di atas 25 malah putus dan....galau mendadak. Hihi. Keingat umur, nikahnya kapan nih kalau putus gini?
ReplyDeleteAlhamdulillah 2 taon berlalu dan saya sudah bersama imam hidup saya :) lelaki yg jauh lebih baik dari X. Bersyukur sekali. Apalagi dia memaklumi hobi saya yg suka cuci mata kagak belanja, hihi...mau kemana2 nganterin. Untung ketemu priceza.co.id yg bikin saya betah di rumah buat cek2 harga, gak keluyuran lagi.
Eniwei... Di depan sana jodoh telah menantimu. Perbanyak doa, Allah kan dekatkan ia di saat terbaik :)