Bali Trip - Part 2 : Kemegahan Patung Garuda Wisnu Kencana Bali - Dalam postingan sebelumnya, saya sudah membahas mengenai perjalanan saya ke Bali bagian pertama. Postingan tersebut membahas dua tempat yaitu Pantai Tanjung Benoa dan Water Blow. Untuk kali ini, saya akan membahas satu tempat. Karena cerita mengenai GWK sangat panjang.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke GWK – tujuan selanjutnya, kami berhenti di Warung Makan Masakan Padang yang tidak jauh lokasinya dari Water Blow. Karena mengingat hari sudah siang dan menjelang Dhuhur, kami akan sekalian ishoma di Warung Makan Masakan Padang tersebut. Ah, percayalah kalian harus membaca ini, karena di sini kenorakan saya pun dimulai.
Ketika memasuki warung makan masakan Padang, saya melihat banyak meja-meja kosong. Bahkan, hanya rombongan kami yang datang saat itu. Mungkin memang belum waktunya makan siang, makanya keadaan masih sepi. Usai mengambil duduk di salah satu kursi dari banyaknya kursi yang berjejer mengelilingi meja, pramusaji membawa makanan demi makanan dalam piring-piring kecil. Awalnya, saya pikir memang kawan-kawan saya memesan dalam jumlah tertentu atau paket tertentu, ternyata saya salah.
Jadi, sistem dari penyajian makanan di atas meja adalah: setiap piring makanan tersebut – entah sambal, lauk, ayam atau apa pun – memiliki harga masing-masing. Misal, saya ambil tempe di salah satu piring, maka saya membayar untuk harga tempe itu. Percayalah, di atas meja banyak sekali menu makanan.
Sebenarnya, saya belum ngerti-ngerti amat sama sistem tersebut. Tapi, saya akhirnya join-join saja sama yang lain. Saya mengambil sedikit ikan teri, satu buah tempe, dan sayur. Untuk minuman saya pesan es teh. Setelah makan, ternyata porsi makanan yang saya ambil menghabiskan dana Rp. 29.000-,.
Astaga! Astaga!
Bayangkan, saya cuma makan tempe dan ikan teri bayar dengan harga demikian. Alhasil, teman-teman saya merundung saya – xoxo.
Yang membuat saya kesal adalah tidak ada yang mengatakan kalau sayuran dalam menu kami itu gratis! Tahu gitu, saya makan sayur aja. Toh memang suka sayur dan bagus buat kesehatan tubuh dan dompet – xoxo.
Garuda Wisnu Kencana, Bali
Usai makan dan shalat, kami melanjutkan perjalanan ke Garuda Wisnu Kencana. Sayangnya, jalanan macet dan hal ini membuat kepala saya kembali pening. Ah, saya baru saja makan dan perut saya kembali mual. Ish, saya harus bertahan. Ingat, ikan teri dan tempe yang saya makan – xoxo.
Tak lama setelah bermacet-macetan, akhirnya kami menemukan tulisan GWK gede-gede di tepi jalan masuk. Di depan tulisan tersebut sudah ada beberapa orang yang berfoto ria. Kami sendiri memutuskan untuk masuk terlebih dahulu. Jarak antara tulisan gede-gede itu dengan lokasi wisatanya ternyata cukup jauh.
Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju loket pembelian tiket. Harga masuk untuk orang dewasa dosmetik adalah Rp. 70.000, beda sepuluh ribu dari perkiraan kami. Ternyata, lokasi wisata GWK sendiri jauh dari lokasi pembelian tiket. Entah kenapa demikian. Akhirnya, usai membeli tiket kami berjalan selama kurang lebih lima belas menit.
Tiket masuk ke GWK sendiri hanya sebuah kertas biasa dengan barcode. Semacam beli barang di supermarket dan kita mendapatkan nota gitu.
Di depan lokasi masuk Plaza GWK terdapat jadwal tarian yang nantinya akan tampil di Amphitheater. Karena kami datangnya sekitar pukul dua siang waktu Bali, akhirnya kami menonton BALINESE DANCE. Nggak tahu kenapa, jadwalnya berbeda dengan yang saya lihat di depan tadi.
Di dalam Amphitheater sudah ramai pengunjung. Kursi-kursi bertingkat sudah terpenuhi satu persatu. Saya mengambil tempat duduk di tengah-tengah bagian bawah. Lumayan, bisa melihat penampilan lebih jelas. Suara gamelan pun bergema ke seluruh penjuru ruangan. Di atas panggung sudah ada tiga lakon yang berakting dan menari beserta barong dan diiringi suara musik gamelan.
Cerita berlanjut dengan cerita mengenai kerajaan yang bernama Walederi dibawah pemimpian seorang raja bernama Dasapati. Dia mempunyai dua Putra bernama Sunda dan Upasunda yang teramat sakti. Demi ambisi mereka menguasai dunia, kesaktian Sunda Upasunda akhirnya terdengar oleh Dewa Indra. Akhirnya, ia mengutus Nilotama, bidadari tercantik untuk menggoda pertapaan mereka.
Penari-penari di atas panggung terus menggoyangkan tubuh, sampai akhirnya bidadari-bidadari tersebut berhasil menggagalkan pertapaan Sunda dan Upasunda. Dari apa yang saya tonton, kedua putra Dasapati itu saling berebut dan bertempur.
Saat saya mencoba merekam tarian di atas panggung, baterai kamera saya berwarna merah. Ah, memang semalam belum saya cas, padahal sebelumnya Etro saya pakai untuk foto-foto hotel. Untung saja saya sudah menyiapkan baterai cadangan, karena saya nggak mau dong momen spesial terlewatkan begitu saja.
Untuk masalah baterai kamera memang sulit kalau tiba-tiba baterai habis, jadi saya memutuskan untuk membeli baterai cadangan di Tokopedia sebelum pergi ke Bali. Kalau pulsa yang tiba-tiba habis sih gampang tinggal buka aplikasi Tokopedia dan saya akan menemukan berbagai pilihan pulsa online. Untung banget ya, sekarang apa-apa serba mudah. Coba kalau nggak bisa beli pulsa online, saya tidak bisa langsung upload kenarsisan saya ke instagram kalau tiba-tiba kuota habis.
Usai pertunjukkan kami bisa berfoto dengan para pemain yang muncul di atas panggung tadi.
Selanjutnya – masih di GWK – kami melanjutkan ke arah Plaza Garuda yaitu tempat patung burung garuda yang gede banget. Di dalam Lotus Pond pun tak hanya ada patung Plaza Garuda tapi juga terdapat tebing-tebing menjulang tinggi yang indah banget. Terus terang, saya suka berada di GWK ini, banyak hal yang ingin saya abadikan terutama untuk menonton semua tarian di Amphitheater. Sebenarnya sih, saya ingin nonton tari kecak tapi waktunya tidak memungkinkan.
Setelah berfoto di Plaza Garuda kami masuk ke arah patung Dewa Wisnu dengan menaikki tangga arah kiri. Sebelum masuk, kami harus mengenakan selendang berwarna kuning yang dililitkan pada pinggang. Untuk yang mengenakan celana pendek, harus mengenakan songket. Karena saya memakai celana panjang, jadi saya hanya mengenakan selendang berwarna kuning.
Di dalam area patung Dewa Wisnu di kelilingi oleh air mancur kecil yang adem. Rasanya saya ingin duduk-duduk di sana lebih lama. Wajarlah di Lotus Pond panas banget.
Setelah puas mengelilingi patung Dewa Wisnu yang gagah dan gede banget – padahal Cuma setengah badan – kami akhirnya keluar. Pintu keluar dari area GWK melewati sebuah toko souvernir khas Bali.
Ide menggunakan toko souvernir sebagai pintu keluar bagi saya sangat cemerlang, karena saya hampir tergoda membeli sandal jepit yang harganya lebih mahal daripada tiket masuk. Tapi, kalau dipikir-pikir itu pintu keluar sebuah toko aksesoris, kenapa saya tadi nggak pura-pura masuk toko saja untuk membeli sesuatu tanpa harus bayar tiket masuk ke GWK ya? *jahat*
Untuk kali ini, saya hanya membahas satu lokasi karena banyak hal yang bisa dibahas di GWK. Selanjutnya, saya akan menceritakan di mana saya lemes tidak keruan sampai akhirnya harus merelakan ikan teri dan tempe saya yang seharga tiga puluh ribu.
xoxo,
Wulan K.
bali bali :D
ReplyDeletelama nggak kesana XD
Pulsa abis, hayooo mo talipun capa ciiiih :p
ReplyDelete