pic taken from https://www.pexels.com/ |
Pengalaman Bisnis Internet Tanpa Modal - Kerapkali saya menyebutkan, kalau saya pelaku pembeli dan penjual toko online. Masalah pembeli toko online sih, tidak perlu diragukan lagi. Tapi, untuk penjual toko online? Saya kira, saya juga perlu sedikit bercerita mengenai pengalaman saya dalam berbisnis dengan pemasaran via media sosial ini.
Bisnis yang saya lakukan tidak hanya sekali saja, lalu sukses selamanya. Hal ini pun saya lakukan ketika masih duduk di bangku kuliah, dulu. Ya, meskipun saya tidak terbilang pelaku penjual toko online yang sukses, paling tidak saya pernah merasakan nikmatnya mendapat penghasilan hanya lewat Blackberry saja.
Dalam postingan ini, saya juga akan membahas kenapa dan apa alasan saya sudah tidak berjualan lagi. Apa penghasilannya kurang? Tidak. Bahkan, saya ingin kembali ke masa-masa kuliah ketika kantong saya lebih tebal daripada sekarang.
Awalnya, saya tertarik dengan dunia manik-manik gitu. Akhirnya, saya belajar lewat internet cara meronce manik-manik. Untuk hasil awal sih, masih untuk pemaikaian pribadi saja. Maklum, waktu itu belum ahli. Masih jauh dari kata berkualitas. Lalu, saya pun kenal dengan kain flanel. Dari situ, saya mencoba bikin gantungan kunci, jepit rambut, tempelan kulkas. Dan, saya mencoba menjualnya. Saya titipin ke sepupu yang masih SMA. Alhamdulillah, laku. Ah, benar-benar senang waktu itu.
Langsung lancar? Tidak. Sebagian besar, karya saya masih acak-acakan. Jahitan masih kurang rapi, dan bahkan ada yang nyeletuk, "Kayak gini dijual?"Ya, bukan salah dia sih. Memang, waktu itu masih jauh dari kata bagus. Saya tidak menyerah, dong. Saya belajar lagi dan lagi. Lama-lama, jahitan pada kain flanel saya semakin membaik. Belajarnya pun otodidak. Melalui internet. Dan, saya pun kembali menjual gantungan kunci dari flanel. Hasilnya lumayan. Uang saku saya nambah. Berasa jadi orang kaya waktu itu *xoxo*
Teman-teman sekelas pun akhirnya tertarik dengan apa yang saya lakukan. Mereka pun ingin membuka bisnis kain flanel ini bersama-sama. Akhirnya, kami pun patungan untuk membeli perlengkapan untuk bisnis kami. Waktu itu, kami patungan per-orang Rp. 20.000,-. Oh iya, teman saya yang ikutan ada sekitar delapan orang. Iya, sebanyak itu. *xoxo*
Gantungan Kunci, Bros, dari Kain Flanel
Kami memproduksi gantungan kunci, jepit rambut, atau tempelan kulkas, sewaktu kami pulang kuliah. Jadi, kalau kuliah kami hanya dua atau empat SKS, kami akan memproduksi kain flanel. Markasnya? Tentunya, di kosan saya dong. Atau terkadang kami memproduksinya sewaktu tidak ada kuliah sama sekali hari itu. Sehingga, kegiatan kami full memproduksi kain flanel.
Ah, iya. Waktu itu, toko online kami, kami namakan D'Bfren. Masih alay-alay, gitu deh *xoxo*.
Sebagai informasi, tidak semua anggota D'Bfren bisa menggunakan jarum, membuat pola, atau menjahit dengan rapi. Tentu, banyak perselisihan di antara kami. Salah satu jahitan kurang rapi, ada yang protes, lalu ada yang ngambek. Atau karena salah satu ada yang tiba-tiba keluar, tanpa persetujuan. Lama-kelamaan pun, satu per satu dari kami gugur. Mulai dari karena jarak yang ditempuh untuk ke kosan, atau karena tidak bisa-bisa menghasilkan karya.
Masalah beli persedian bahan pun dibagi, terkadang juga kami pergi sama-sama. Tempat yang biasanya kami kunjungi untuk membeli bahan ialah di Pasar Turi Surabaya. Di sana, tempatnya penjual berbagai macam bahan kain flanel. Tentu, kami membeli dalam jumlah banyak waktu itu. Bahkan, sampai sekarang sisa perlengkapan masih banyak.
Sebagian besar, kami belajar melalui internet. Bagaimana membuat pola, menjahit yang benar, dan bentuk-bentuk kreasi dari kain flanel. Kalau lihat hasil orang lain, aduh, cantik-cantik euy. Mulai dari gantungan kunci yang lucu-lucu, tempat tissu mirip kue tar. Macam-macam bentuk dari kain flanel membuat kami semakin bersemangat. Terlebih lagi, kalau sudah ada yang beli.
Untuk pemasaran, kami masih mengandalkan media sosial. Promosi via online di facebook. Tapi, kebanyakan yang memesan dari teman-teman sendiri. Dari mulut ke mulut. Produksi masih satu dua buah. Tidak banyak. Karena keterbatasan tenaga, dan banyaknya percekcokan *apalah*. Kami juga pernah membuka lapak di Tugu Pahlawan Surabaya. Iya, kami menggelar karpet kecil di sana. Menjual berbagai macam kreasi kami. Laku? Lumayan. Ada satu dua orang yang beli *xoxo*
Ternyata, guys, mencari tempat berjualan di Tugu Pahlawan itu tidak mudah. Saat kami tahu tempat kosong, diusir, katanya sudah ada yang nempatin. Jadi, kami tidak langsung dapat tempat waktu itu. Jadi, kami kalau ada lahan kosong, diem di situ lama, kalau ada yang usir, pindah. Begitu terus, sampai akhirnya dapat tempat. Yang katanya penjual di sebelah kami sih, orangnya yang biasa di situ tidak jual. *horee*
Jadi, sebagian dari kami menjaga lapak, sebagian lagi membawa brosur jualan kami. Brosur tersebut pun, hanya di print sekadarnya saja. Iya, jadi berupa kertas biasa gitu. Sebar sana, sebar sini. Lalu, sewaktu melihat itu kertas hanya dipakai buat menutup kepala karena kepanasan, rasanya sakiiit. *xoxo*
Ada kejadian lucu waktu kami jualan. Jadi, ada bapak-bapak beli, beberapa buah kreasi flanel kami. Terus si Bapak bilang, "Ini nggak dikasih kantong?"Ah, kami cuma melongo. Sama sekali tidak kepikiran untuk membeli kantong plastik. *xoxo*
Akhirnya, tenaga kami mulai terkuras. Seperti yang saya katakan tadi, satu per satu dari kami gugur di tengah jalan. Dan, usaha kami pun selesai. Hasil pekerjaan di bagi rata. Tentunya, saya yang terus mencari hal baru untuk memperoleh pundi-pundi uang saku.
Perjalanan saya tidak sampai di sini saja.
Jilbab Ronce
Saya pun mencoba meraih keuntungan dengan menjual jilbab ronce. Waktu itu, kawan di kosan saya, Ella, mempunyai kerudung paris dengan aksen ronce di sisi-sisinya. Nah, dari situ saya kepikiran untuk membuat hal serupa. Kali ini, partner saya adalah Ike, teman SMA saya. Kebetulan, kami satu kampus waktu itu, meskipun beda Fakultas.
Saya masih ingat, berapa biaya yang saya keluarkan untuk kerundung ronce ini. Sekitar Rp. 100.000,- Kami membeli kerudung di pasar DTC dengan harga Rp. 9.000, kalau tidak salah. Lalu, membeli manik-manik beserta benang. Saya dan Ike, membagi kerudung untuk dironce. Sayangnya, kerudung kami kurang diminati, karena kerudung beronce identik dengan ibu-ibu, katanya.
Bisnis saya satu ini pun, kembali gugur.
Tas Bandung Opi
Saya pernah lihat di media sosial, sebuah toko online tas dari kain. Saya lihat, setiap hari dia update tas terbaru. Tasnya simpel, lucu, dan murah. Ditambah lagi dengan tulisan CUCI GUDANG 35 RIBU SAJA. Nah, promosi yang dia lakukan benar-benar ampuh. Saya lihat, banyak sekali pelanggan dia yang berkomentar dan tertarik. Harganya murah, tasnya lucu, meskipun dari kualitas mungkin tidak terlalu bagus. Tapi, dari situlah saya kepikiran untuk kulak'an atau membeli tas untuk dijual lagi.
Saya mah, kepengenan orangnya *xoxo*
Saya pun mencari-cari produsen tas yang unik, lain daripada yang lain. Akhirnya, saya menemukan Tas Opi Bandung. Sebuah konveksi di Bandung, katanya. Bermodal uang yang saya pinjam dari Ibu, saya membeli tas tersebut, sebanyak sepuluh kalau tidak ya dua belas buah waktu itu. Harganya berkisar Rp. 25000-29000, *saya lupa*. Tentunya, saya mencari ekspedisi yang murah. Saya menjual tas tersebut dengan harga Rp. 50.000/tas. Alhamdulillah, usai tas datang sudah banyak yang beli dan meninggalkan beberapa potong saja, karena bahannya ada yang tidak bagus.
Untuk menghabiskan beberapa potong tas yang tersisa, -anggap saja ini tas dari keuntungan- saya berkeliling pasar untuk menawarkan tas tersebut. Tentu, harganya pun saya turunkan. Tapi, bagi orang-orang di pasar tersebut, menganggap harga yang saya kasih terlalu mahal. Ya, karena mereka memang membeli tas dengan harga borongan sih, ya.
Apakah saya lanjut berjualan tas? Tidak. Karena saya rasa harga yang saya dapatkan dari suplier terlalu mahal, belum lagi ongkos kirimnya. Sehingga, saya menyudahi usaha tersebut. Tapi, dari usaha menjual tas ini, saya punya pengalaman keliling pasar buat nawarin tas.
Ya, meskipun saat saya memutuskan untuk tidak melanjutkannya, banyak gunjingan yang saya dapatkan. Seperti, "Seharusnya manusia bisa mikir, bagaimana langkah selanjutnya."Saya tetap pada keputusan saya, karena saya memikirkan hal tersebut. Dan lagi, saat itu saya belum tahu menahu mengenai online marketing. Mungkin, jika sejak dulu saya sudah jauh lebih paham mengenai media sosial, dan bagaimana menarik minat pembeli seperti saat ini, hasilnya akan berbeda. Tapi, saya tidak menyesalinya, karena hal itu merupakan pengalaman berharga buat saya.
Untuk menghabiskan beberapa potong tas yang tersisa, -anggap saja ini tas dari keuntungan- saya berkeliling pasar untuk menawarkan tas tersebut. Tentu, harganya pun saya turunkan. Tapi, bagi orang-orang di pasar tersebut, menganggap harga yang saya kasih terlalu mahal. Ya, karena mereka memang membeli tas dengan harga borongan sih, ya.
Apakah saya lanjut berjualan tas? Tidak. Karena saya rasa harga yang saya dapatkan dari suplier terlalu mahal, belum lagi ongkos kirimnya. Sehingga, saya menyudahi usaha tersebut. Tapi, dari usaha menjual tas ini, saya punya pengalaman keliling pasar buat nawarin tas.
Ya, meskipun saat saya memutuskan untuk tidak melanjutkannya, banyak gunjingan yang saya dapatkan. Seperti, "Seharusnya manusia bisa mikir, bagaimana langkah selanjutnya."Saya tetap pada keputusan saya, karena saya memikirkan hal tersebut. Dan lagi, saat itu saya belum tahu menahu mengenai online marketing. Mungkin, jika sejak dulu saya sudah jauh lebih paham mengenai media sosial, dan bagaimana menarik minat pembeli seperti saat ini, hasilnya akan berbeda. Tapi, saya tidak menyesalinya, karena hal itu merupakan pengalaman berharga buat saya.
Dompet Tanggulangin
Kalau berjualan tas, saya lakonin sendirian. Mulai dari modal, penjualan, pemotretan segala hal saya tanganin sendiri. Sekarang, saya pindah haluan dengan menjual dompet atau yang biasa disebut HPO. Dompet tersebut, saya dan teman saya beli di Tanggulangin Sidoarjo. Sebagai informasi, Tanggulangin merupakan salah satu daerah di Sidoarjo yang memproduksi tas. Kualitas tas dan dompet di sana, kalau kita bisa jeli, sangat bagus. Tidak kalah dengan tas produk luar negeri. Nah, dari alasan tersebut, kami mencari dompet di sana. Selain bisa mendapatkan harga murah, tapi juga tanpa ongkos kirim.
Dalam penjualan dompet pun tidak jauh berbeda dengan penjualan tas. Saya tidak merasakan keuntungan yang saya dapatkan. Terlebih lagi, keuntungan yang saya dapatkan harus dibagi dua dengan teman saya.
Bisnis menjual dompet Tanggulangin ini pun, gagal kami laksanakan.
Dari semua bisnis yang saya lakukan, mulai dari menjual kreasi kain flanel, menjual tas dan dompet, kerudung. Semua itu saya stok sendiri. Kami mengeluarkan biaya untuk stok barang, barang tidak laku, berarti ya kita rugi. Untuk itu, saya berpikir akan menjalani bisnis tanpa modal. Ah, memang ada? Ada. Yaitu, menjadi reseller online atau dropship.
Mengenai reseller ini, saya pernah membahasnya di postingan Apa Itu Reseller Dropship
Terus terang, saya lupa bagaimana saya mengenal mengenai bisnis tanpa modal ini. Mungkin, dulu saya mencari di Om G, dengan keyword "Bisnis tanpa modal","Bisnis Modal Rendah","Bisnis Internet","Cara Mendapatkan Penghasilan Melalui Internet". Mungkin salah satu dari itu, tapi dari situ saya merasakan hasil yang saya dapatkan. Ya, karena saya tak perlu stok barang ataupun ikut ribet membungkus dan mengirim barang tersebut ke ekspedisi. Jadi, keuntungan yang saya dapatkan murni dan saya hanya membutuhkan koneksi internet, laptop, dan ponsel saja.
Baiklah, di bawah ini merupakan bisnis tanpa modal yang pernah saya jalankan. Dari bisnis tersebut, saya mengenal bagaimana promosi melalui media sosial dan mengenal banyak hal mengenai Online Marketing.
Dalam penjualan dompet pun tidak jauh berbeda dengan penjualan tas. Saya tidak merasakan keuntungan yang saya dapatkan. Terlebih lagi, keuntungan yang saya dapatkan harus dibagi dua dengan teman saya.
Bisnis menjual dompet Tanggulangin ini pun, gagal kami laksanakan.
Dari semua bisnis yang saya lakukan, mulai dari menjual kreasi kain flanel, menjual tas dan dompet, kerudung. Semua itu saya stok sendiri. Kami mengeluarkan biaya untuk stok barang, barang tidak laku, berarti ya kita rugi. Untuk itu, saya berpikir akan menjalani bisnis tanpa modal. Ah, memang ada? Ada. Yaitu, menjadi reseller online atau dropship.
Mengenai reseller ini, saya pernah membahasnya di postingan Apa Itu Reseller Dropship
Terus terang, saya lupa bagaimana saya mengenal mengenai bisnis tanpa modal ini. Mungkin, dulu saya mencari di Om G, dengan keyword "Bisnis tanpa modal","Bisnis Modal Rendah","Bisnis Internet","Cara Mendapatkan Penghasilan Melalui Internet". Mungkin salah satu dari itu, tapi dari situ saya merasakan hasil yang saya dapatkan. Ya, karena saya tak perlu stok barang ataupun ikut ribet membungkus dan mengirim barang tersebut ke ekspedisi. Jadi, keuntungan yang saya dapatkan murni dan saya hanya membutuhkan koneksi internet, laptop, dan ponsel saja.
Baiklah, di bawah ini merupakan bisnis tanpa modal yang pernah saya jalankan. Dari bisnis tersebut, saya mengenal bagaimana promosi melalui media sosial dan mengenal banyak hal mengenai Online Marketing.
Kaos Couple
Awal berbisnis tanpa modal saya menjual Kaus Couple. Seingat saya, waktu berjualan inilah saya mulai membuka rekening bank sendiri. Saya masih ingat, waktu itu saya berjualan belum pakai BBM dan masih menggunakan handphone jadul. Akhirnya, ada pesan masuk kalau mau order kaus couple. Saya cukup kelimpungan waktu itu, karena rekening belum buat. Namanya juga orang usaha baru dimulai, ternyata pembeli tersebut hanya tanya-tanya saja. Padahal saya sudah senang sekali waktu itu.
Penjualan kaus couple, saya mendapatkan Rp. 5000,- per kausnya. Itu harga dari suplier. Tapi, karena saya reseller, saya bisa menaikkan sendiri harga tersebut. Sehingga, saya mendapatkan Rp. 15.000,- per kaus yang terjual.
Banyak hal yang saya alami ketika berjualan kaus couple ini. Mengenai customer yang hanya PHP, mengenai kesalahpahaman dengan customer sampai dikatain *maaf* anjing, dan beberapa hal lainnya.
Sistem dropship dari suplier saya cukup ribet. Jadi, kalau ada customer tanya mengenai baju A, saya harus cek di website terlebih dahulu apakah baju A ready. Lalu, mengenai ongkir saya pun harus membuka laptop untuk mengetahuinya. Sangat tidak efesien ketika saya kuliah atau berada di luar rumah.
Hal tersebutlah yang memengaruhi masalah di atas. Pernah ada seorang customer, dia mengomentari banyak foto di album jualan saya. Karena memang sistemnya mereka harus tanya stok masih ada atau tidak. Setelah komentar, saya cek di website, lalu saya jawab. Sudah ribet semacam itu, ternyata customer tidak jadi beli. Hilang begitu saja. Seperti Jin *xoxo*.
Pernah kejadian juga, customer membeli kaus couple sebanyak tiga atau empat pasang. Lalu, dia komplain dua minggu kemudian. Katanya, kaus couplenya kurang satu pasang. Saya tanyakan ke suplier mengenai hal tersebut. Suplier bilang sudah pas. Akhirnya, saya pun bilang kepada customer kalau sudah pas. Tentu saya tidak ingin dibohongi oleh customer dong, mengenai masalah ini. Karena dari dulu, sudah ada tuh costumer yang suka membohongi. Akhirnya, saya dimaki-maki di wall facebook. Sampai ramai waktu itu. Lalu, suplier telepon saya, ternyata kesalahan ada pada dia. Hah, untunglah salah paham ini tuntas.
Dari sistem yang cukup ribet tersebut, akhirnya saya kepikiran untuk mengganti bisnis tersebut. Tentu saya mencari sistem yang tidak ribet dan untung banyak.
Pencerah Wajah dan Tubuh
Saya menemukan bisnis ini, ketika ada iklan berseliweran di facebook. Awalnya, saya membeli pencerah wajah untuk diri sendiri. Lalu, karena cocok, saya coba-coba menjualnya. Alhamdulillah, banyak yang cocok dan akhirnya laku keras. Untuk produk ini saya mendapatkan keuntungan bisa sampai Rp. 50.000. Ya, karena produk pencerah wajah ini satu paket. Kenapa saya semangat sekali menjual pencerah wajah ini? Karena pencerah wajah ini berbeda dengan yang beredar di pasaran. Sangat berbeda.
Lalu, dari penjualan pencerah wajah, lulur, masker dan pencerah tubuh ini. Saya menemukan cara baru dalam promosi. Yaitu, dengan endorse (dulu istilahnya belum tahu) ke sebuah fanpage dengan likers banyak. Nah, dari situ sehari setelah iklan tayang ada sekitar 100 orang yang tanya dan invite pin BBM saya. Sudah terbayang kan, berapa orang yang membeli produk saya?
Banyak hal juga terjadi ketika berjualan online di sini. Mulai dari customer yang marah-marah karena saya bilang "kamu", sampai customer yang pura-pura sudah transfer ternyata tidak. Kalau customer PHP dan ngeyel minta ampun mah, sudah banyak.
Saya menyukai bisnis satu ini. Selain produknya yang selalu ready stock sehingga saya tak perlu takut kehabisan dan cek di website segala. Suplier saya pun ramah minta ampun. Dia tidak segan-segan ditanya ini itu, cek ongkir dan lain-lain. Saya sampai kagum loh. Padahal, dia punya banyak reseller. Sehingga, ketika di luar atau ketika tidak di depan laptop saya cukup menggunakan ponsel saya untuk bertransaksi.
Dari bisnis ini, saya pernah meraup keuntungan Rp. 900.000,- dalam seminggu. Ya, tentunya uang segitu amat banyak apalagi untuk ukuran mahasiswa. Sampai-sampai sekarang, saya ingin mengulangi hal tersebut. Sayangnya, tidak mudah.
Karena kesalahan saya sendiri, akhirnya usaha yang menjanjikan tersebut terkikis juga. Yaitu, kontak pembeli saya hilang semua. Ah, waktu itu otak saya sedang kacau oleh hal lainnya.
Perjalanan Bisnis yang Gagal
Terkadang, saya merindukan masa-masa kuliah ketika berbisnis. Saat itu, saya tidak memiliki ketakutan akan gagal. Karena saya masih punya masa depan yang akan saya raih. Saat ini, entah kenapa saya takut sekali gagal. Semacam diburu waktu, dan saya merasa saat ini bukan saatnya untuk gagal. Ah, menjadi dewasa semakin rumit saja.
Meskipun apa yang saya lakukan tidak selalu berhasil, saya mensyukurinya karena dari sana saya belajar banyak hal. Mengenai online marketing, tabiat pembeli, dan segala hal modus dari pembeli. Saya was-was sekali masalah tersebut.
Kalau dipikir-pikir, saya banyak gagalnya daripada suksesnya ya. Tapi, tidak masalah namanya juga hidup. *xoxo*
Tentunya, keuntungan paling berharga dari itu semua adalah saya punya bahan postingan yang panjang ini. Kalau ada waktu, nanti saya akan bercerita mengenai bisnis terakhir yang saya jalani.
Baiklah, selamat berjuang!
Lalu, dari penjualan pencerah wajah, lulur, masker dan pencerah tubuh ini. Saya menemukan cara baru dalam promosi. Yaitu, dengan endorse (dulu istilahnya belum tahu) ke sebuah fanpage dengan likers banyak. Nah, dari situ sehari setelah iklan tayang ada sekitar 100 orang yang tanya dan invite pin BBM saya. Sudah terbayang kan, berapa orang yang membeli produk saya?
Banyak hal juga terjadi ketika berjualan online di sini. Mulai dari customer yang marah-marah karena saya bilang "kamu", sampai customer yang pura-pura sudah transfer ternyata tidak. Kalau customer PHP dan ngeyel minta ampun mah, sudah banyak.
Saya menyukai bisnis satu ini. Selain produknya yang selalu ready stock sehingga saya tak perlu takut kehabisan dan cek di website segala. Suplier saya pun ramah minta ampun. Dia tidak segan-segan ditanya ini itu, cek ongkir dan lain-lain. Saya sampai kagum loh. Padahal, dia punya banyak reseller. Sehingga, ketika di luar atau ketika tidak di depan laptop saya cukup menggunakan ponsel saya untuk bertransaksi.
Dari bisnis ini, saya pernah meraup keuntungan Rp. 900.000,- dalam seminggu. Ya, tentunya uang segitu amat banyak apalagi untuk ukuran mahasiswa. Sampai-sampai sekarang, saya ingin mengulangi hal tersebut. Sayangnya, tidak mudah.
Karena kesalahan saya sendiri, akhirnya usaha yang menjanjikan tersebut terkikis juga. Yaitu, kontak pembeli saya hilang semua. Ah, waktu itu otak saya sedang kacau oleh hal lainnya.
Perjalanan Bisnis yang Gagal
Terkadang, saya merindukan masa-masa kuliah ketika berbisnis. Saat itu, saya tidak memiliki ketakutan akan gagal. Karena saya masih punya masa depan yang akan saya raih. Saat ini, entah kenapa saya takut sekali gagal. Semacam diburu waktu, dan saya merasa saat ini bukan saatnya untuk gagal. Ah, menjadi dewasa semakin rumit saja.
Meskipun apa yang saya lakukan tidak selalu berhasil, saya mensyukurinya karena dari sana saya belajar banyak hal. Mengenai online marketing, tabiat pembeli, dan segala hal modus dari pembeli. Saya was-was sekali masalah tersebut.
Kalau dipikir-pikir, saya banyak gagalnya daripada suksesnya ya. Tapi, tidak masalah namanya juga hidup. *xoxo*
Tentunya, keuntungan paling berharga dari itu semua adalah saya punya bahan postingan yang panjang ini. Kalau ada waktu, nanti saya akan bercerita mengenai bisnis terakhir yang saya jalani.
Baiklah, selamat berjuang!
xoxo,
Wulan K.
Waaaaah kreatif bangeeet. Salut sama usaha dan kerja kerasnyaaa. Semangat terus yaaaaa
ReplyDeleteXixiixi sama kyk qu mba entah ga bakat x y dagang sampe skrg saya jualan madu uda sepi bgt hahaha tp ttp semangat ^^
ReplyDeletewahahah sekarang pernak pernik emang kreatif, pengen coba juga ah
ReplyDeletesaya suka dengan ide dan pemikirannya. kreatif sekali. walaupun tanpa modal tapi untung menggelegar. sukses terus untuk usahanya ya.... semangat.... fair.
ReplyDeleteAku juga pernah bisnis lewat internet, jd reseller baju couple sama ikut Oriflame... hehe
ReplyDeleteKeren Mbak pengalamannya banyak. Kalau aku pas kuliah dulu jualan majalah. Pas jadi emak2 jualan baju hamil dan menyusui dan buku2 parenting, lama2 ngurus dua anak, tanpa sisten, keteteran. Jd bisa dibilang aya msh gagal jg di bisnis ini. Moga suatu saat nanti bisa bangkit, nyobain banyak hal kyk Mbak Wulan hehe
ReplyDeleteKeren banget sharingnya :D
ReplyDeleteKreatif banget dah, begini nih yang bisa bikin Indonesia maju, semangat Mbak Wulansari...
ReplyDeleteInspiratif Banget.... jempol
ReplyDeletebagus
ReplyDelete