pinteret.com |
Dia membangun rumah di tengah-tengah perkarangannya yang luas. Rumah itu terlihat begitu kecil jika dibandingkan dengan rumah milikku. Dia sengaja membiarkan perkarangan rumahnya lebih luas daripada rumahnya sendiri. Agar ia bisa berlari-lari mengelilingi rumahnya dengan bebas, tertawa, dan sendirian.
Dia sengaja agar aku dapat melihat dia dari rumahku yang begitu besar, namun aku tidak bisa berlarian seperti dia. Dia sengaja membuatku iri. Dan, aku benci itu.
Aku benci dia.
Sesekali, dia akan berhenti berlari dan berdiri tepat di bawah jendela kamarku. Melihatku dengan senyuman lebarnya tanpa banyak kata. Dia berbicara lewat matanya.
"Turunlah! Ayo, bermain bersama."ajaknya.
Aku menoleh kebelakang, lalu kembali melihat kearahnya dan menggeleng. Dia berbalik dan kembali berlari-lari mengelilingi rumah kecilnya.
***
Aku sudah frustasi.
Sekian lama aku berusaha untuk membuatnya keluar dari kamar itu, namun sampai sekarang dia tidak mau juga keluar.
Dulu kami akan bermain bersama di taman,berlarian mengejar kupu-kupu, memetik bunga, dan menyiram tanaman. Bahkan, dia membuatkan aku sebuah rumah mungil di tengah taman yang nyaman untuk kutinggali.
Awalnya, dia bekerja di siang hari untuk membangun rumah untukku. Namun, ketika nenek sihir itu datang kerumahnya dia tidak bisa lagi kemana-mana apalagi untuk membuat rumah untukku.
Setiap malam dia akan mengendap-endap agar nenek sihir itu tidak tahu kalau dia menyelinap keluar demi membuatkan rumah untukku. Dia memoles kayu-kayu jati yang ia tebang sendiri dari perkarangan rumahnya dengan hati-hati. Dan, saat rumahku sudah selesai dia benar-benar tidak pernah keluar kamar lagi.
Setiap hari aku berlarian mengelilingi rumah dengan tertawa gembira, menunjukkan kepadanya betapa aku bahagia memiliki rumah yang ia buatkan. Agar dia segera keluar kamar dan bermain kembali denganku.
Pagi tadi, aku berdiri tepat dibawah kamarnya. Mengajaknya keluar untuk bermain kembali denganku. Dia hanya menoleh kebelakang dengan ketakutan dan kembali melihat kearahku sembari menggelengkan kepala.
Tuan Putri berubah menjadi anak tiri ketika ayahnya menikah lagi dengan nenek sihir itu. Dan, ketika ayahnya meninggal semua semakin memburuk. Tuan Putri benar-benar tidak bisa keluar dari kamarnya untuk menghirup udara bebas dan bermain dengan kelinci kesayangannya.
Aku merindukan Tuan Putri saat membelai lembut bulu merahku.
Like it ;)
ReplyDeleteTerima kasih :)
Delete