Kereta yang membawaku pergi dari
Surabaya perlahan berhenti di stasiun Yogyakarta. Aku bersiap mengambil tas
ransel dan sebuah koper kecil di dek atas. Kakiku melangkah keluar kereta
berdesakan dengan penumpang lainnya.
Mungkin,
jika aku masih melihat senyum Ayah aku tidak akan pernah kembali ke kota ini.
Kepulangan ayah membuatku tidak memiliki alasan lain untuk tetap berada di
Surabaya, terlebih lagi setelah gagalnya pernikahanku. Tidak ada alasan lagi
untuk tetap tinggal.
Supir
taksi mengantarkanku kealamat yang kutunjukkan kepadanya. Sebuah butik di kota
Yogyakarta. Butik milik Alita. Beberapa hari yang lalu dia menghubungiku untuk
pertama kalinya sejak kelulusan dua tahun silam. Dia menawarkan pekerjaan
untukku di butiknya. Tentu saja aku langsung menerimanya.
“Aku
senang sekali melihatmu!”Alita menyambutku dengan pelukan. Aroma kayu cendana
dan jati langsung memburu indra penciumanku. Yang tandanya dia sudah lama berada
di butik. Parfum kesukaan Alita, DKNY Golden Delicious yang memiliki wangi
apple yang dipadu dengan wangi bunga jeruk dan buah plum Mirabelle. 3 wangi
tersebut akan digantikan dengan wangi manis namun segar dari bunga mawar putih,
bunga lili Casablanca, lili of the valley dan vanilla orchid. Pada saat wangi
bagian top dan middle-nya hilang, akan tertinggal wangi kayu cendana dan jati.
Ya, parfum yang hanya bisa di jangkau oleh Alita. Bukan aku.
“Aku
juga. Sepertinya kau sangat sibuk!”Alita mengajakku ke lantai dua dimana ruang
kerjanya berada.
“Ya,
beginilah. Maka dari itu aku perlu bantuanmu di Butik.”katanya.”Kau bisa
tinggal di sini.”dia membuka pintu di salah satu sudut ruangan, tepat sebelah
balkon.”Kau pasti capai. Beristirahatlah dulu, sebelum kita mengobrol lebih
lama.”
“Terima
kasih.”kataku,”tetapi aku ingin melihat ruang kerja kita. Boleh?”
“Tentu
saja. Ya, aku tahu kau selalu semangat jika melihat tumpukan kertas diatas
meja.”Alita tertawa.
“Kau
yang paling mengerti aku.”balasku. Alita mengait lenganku dan membawaku ke
ruang kerja yang berada tepat di depan kamarku.
“Aku
menyewa seorang arsitek untuk kantorku. Kau lihat, begitu indah bukan?”
Alita
benar. Ruangan ini terlihat begitu indah, meskipun ruangan di bawah jauh lebih
indah.
Aku
berjalan menuju meja kerja Alita, kuraba meja yang terbuat dari kayu yang
seratnya dibiarkan terlihat. Cokelat matang. Halus. Pandanganku terpaku pada
sebingkai foto yang terletak diatas meja. Foto Alita yang sedang memeluk
seorang pria. Terukir senyum bahagia dikedua mata mereka. Aku mengenali pria
itu.
“Sejak
kau kembali ke Surabaya, aku dekat dengan Runa,”Alita menyahut saat ia
menyadari kebekuanku melihat foto mereka.”Dan, kami berpacaran.”dia menekankan
kalimatnya.”Kau sudah tidak menyukainya lagi, kan?”
“Tentu.
Dia hanya masa laluku.”jawabku. aku mengulas sebuah senyuman, lalu kembali
menyusuri ruang kerja Alita, yang setidaknya dua atau tiga hari mendatang akan
menjadi ruang kerjaku.
“Baguslah.
Meskipun begitu, kau dulu tidak berpacaran dengan Runa. Jadi, aku tidak
melanggar perjanjian kita.”
Kami
berempat- Aku, Alita, Klaris, dan Zoya- secara tak tertulis mengikrarkan sebuah
pantangan untuk tidak mendekati ataupun berpacaran dengan mantan atau pria yang
kami sukai. Yang dikatakan Alita benar – aku memang belum berpacaran dengan
Runa, tetapi Runa pria yang kusukai sejak kami masih SMA. Dan, Alita benar. Aku
sudah tidak menyukai Runa sejak aku mengenal Ergi – Mantan tunanganku, tetapi
sejak gagalnya pernikahan kami, aku mulai memikirkan Runa lagi.
Ah,
mungkin aku hanya mengingatnya. Tidak lebih. Dan, dia sekarang sudah menjadi
kekasih sahabatku. Bukankah perjanjian kami masih berlaku?
Alita mengait lenganku dan membawaku ke ruang kerja yang berada tepat di depan kamarku.
ReplyDeleteLebih enak diganti menggamit deh drpd mengait . :)
oke :)
ReplyDelete