Pernahkah aku bercerita, tentang kisahku yang membuatku berdiri di sini. Dan pernahkah kamu berpikir bagaimana jadinya aku bila takdir tidak pernah mempertemukan kita. Meskipun pada kenyataannya takdir tidak mempersatukan kita.
Di sini kita memulainya, pertemuan diantara dua orang
manusia dengan latar belakang berbeda, dan dengan membawa cinta yang berbeda.
Kakiku yang polos menyentuh air danau yang dingin,
menciptakan riak kecil. Kumenatap langit, pohon dan air danau secara
bergantian, mencoba mencari inspirasi di sana.
Kupandangi langit siang ini begitu cerah dengan awan
putih beriringan melintasi langit biru. Kupejamkan mataku untuk menikmati angin
yang berhembus secara perlahan. Kubuka perlahan mataku dan mulai menulis sebuah
kalimat buku kecil yang selalu kubawa kemanapun aku pergi.
Kumerasakan angin
telah mengiringiku, bersama langit dan pohon-pohon. Menatapku dengan suka cita
Saat kualihkan pandanganku dari buku kecilku, mataku
menangkap seorang pria dengan kamera dikedua tangannya. Dia sedang mengambil
gambar didanau ini, lebih tepatnya mata kameranya sedang membidikku.
Keningku berkerut, memicingkan mataku kearah pria itu.
Pria itu menurunkan kameranya. Kini, aku dapat melihat wajah pria itu meskipun
dari kejauhan, kulit cokelat terbakar matahari, rambut lurus belah tengah,
bibir tebal. Dia tersenyum kearahku. Dan aku masih menatapnya lurus.
Pria itu berjalan mendekatiku, dengan santainya duduk
di geladak tepat disebelahku.
“Kamu mengambil gambarku?”tanyaku tanpa basa-basi.
Pria itu tersenyum kembali. Kini, aku bisa melihat gigi
putih yang berantakan. “Percaya diri kamu tinggi.”
Kuangkat tanganku ke udara. Lalu kembali menatap air
danau tanpa memperdulikan pria di sebelahku. Aku sedikit kesal dibuatnya.
Saat kuarahkan pandanganku kepada pria itu, kulihat dia
sedang mengarahkan kembali kameranya kearahku.
Kutautkan kedua alisku.”Ini yang kamu sebut percaya
diriku tinggi?”
Dia tertawa. Aku tidak mengerti apa yang dia tertawakan
sedangkan aku, daritadi bersikap tidak bersahabat terhadapnya.
“Aku hanya bingung. Kenapa kamu bisa berada di danau yang
sepi ini, dan seorang diri?”
“Aku suka menyendiri.”
“Menyendiri atau kesepian?”
Aku mendengus kesal. Kutatap matanya tajam.”Memang ada
hubungannya sama kamu?”tanyaku ketus.
Dia tersenyum lagi dan lagi.”Aku baru pertama kali
melihatmu di sini.”
“Aku sering kesini.”
“Aku juga. Tetapi, kenapa kita tidak pernah bertemu?”
“Mungkin takdir tidak mengijinkan kita untuk
bertemu.”jawabku tanpa melihat kearahnya.
“Berarti saat ini, takdir mempunyai maksud tertentu.
Karena takdir telah mempertemukan kita.”
“Mungkin takdir membuat kesalahan,”sahutku masih dengan
nada ketus.
“Kenapa kamu terlihat tidak begitu bersahabat denganku?
Sedangkan kamu bisa bersahabat dengan pena dan buku kecilmu.”
Aku memandangnya lurus. Menatap kedua bola matanya.
Sedetik kemudian kupalingkan wajahku.”Karena takdir tidak mengijinkan aku
bersahabat dengan orang yang seenaknya mengambil gambarku.”
Dia tersenyum kembali.”Kamu manusia pertama yang
gambarnya kuabadikan.”
“Maksudmu?”
“Aku tidak pernah mengambil gambar manusia. Aku hanya
memotret alam. Tetapi, perpaduan alam dan gadis sepertimu, begitu indah.”
Aku terdiam. Memutar bola mataku dan kembali tenggelam
dalam riak kecil yang kuciptakan dengan kakiku.
Kuberanjak dari tempat dudukku. Dia terperenjat dan
meraih tanganku.
“Aku ingin memberikan hasil gambarku
kepadamu.”katanya.”Bisa kita bertemu kembali?”
“Jika takdir mengijinkan.”jawabku dan berlalu.
Kutarik kembali memoriku dari kejadian tiga tahun yang
lalu. Setelah pertemuanku dengan pria itu, aku tidak kembali ke danau ini.
Karena aku harus kembali ke Jakarta. Kedatanganku ke Surabaya hanya untuk
menemui nenekku. Setelah nenekku meninggal, aku tidak pernah lagi datang ke
danau ini.
Tidak banyak yang berubah dari danau ini, hanya saja
pohon-pohon semakin rimbun daripada tiga tahun yang lalu. Hari ini, aku kembali
kesini selain ingin mengenang pertemuanku dengan pria yang membuat hari-hariku
selanjutnya menjadi lebih indah, tetapi juga untuk bertemu fotografer dari
foto-foto yang selalu menginspirasiku.
Aku menemukan sebuah blog di internet yang memamerkan
foto-foto alam yang selalu memunculkan sebuah ide untukku membuat cerpen.
Setelah aku mengirim email ke fotografer itu untuk meminta ijin foto miliknya
untuk kujadikan inspirasiku dalam membuat cerita. Setelah selama setahun
terakhir kerjasama kami memutuskan untuk bertemu, kebetulan aku sedang
berkunjung ke Surabaya.
Banyak yang menyukai karyaku yang disertai oleh foto
milik fotografer yang kuketahui bernama Johan itu. Berkat foto-foto milik
Johan, kini aku bisa menerbitkan kumpulan cerpen milikku yang disertai
foto-foto miliknya.
Kutarik napasku perlahan merasakan hembusan angin di danau
ini. Kupejamkan mataku untuk lebih menikmatinya. Saat kumembuka mata,
di sebelahku sudah berdiri seorang pria yang tidak pernah kubayangkan akan
bertemu kembali.
Aku tersenyum.”Hai apa kabar?”
Dia tersenyum.”Baik.”
Kami sama-sama tersenyum malu-malu. Saling menatap penuh
rindu.
“Aku tidak menyangka kita akan bertemu kembali.”katanya.
Lalu, dia mengeluarkan sebuah amplop besar dari dalam tasnya.”Aku hanya ingin
menyerahkan ini. Seperti janjiku tiga tahun yang lalu.”diserahkan amplop
cokelat itu kepadaku.
Kubuka amplop itu secara perlahan. Kulihat ada beberapa
lembar foto dengan aku sebagai objeknya. Foto yang diambilnya tiga tahun lalu.
Aku tersenyum kecil.
Kutautkan kedua alisku saat melihat inisial “JP” diujung foto-foto
itu. Inisial yang sama seperti foto milik Johan yang selalu menginspirasiku.
“Awalnya, aku ingin mengirim foto-foto itu ke Jakarta.
Tapi, alangkah baiknya jika kita bertemu langsung.
“Kamu?”aku terkejut. Mataku membulat, mulutku sedikit
terbuka.
“Johan Pratama.”dia mengulurkan tangannya. Pria
dihadapanku ini adalah fotografer yang menciptakan foto yang selalu
menginspirasiku.”Tidak perlu menyebutkan namamu, kamu sudah cukup terkenal
dengan karyamu.”dia tersenyum.
Kusambut uluran tangannya.”Lana Saraswati. Sekarang kita
resmi berkenalan.”
“Sepertinya takdir membuat kesalahan lagi.”dia mengambil
napas,”dengan mempertemukan kita kembali.”
“Dan ini adalah kesalahan takdir yang paling
indah.”sahutku.
Mojokerto, 28
Maret 2013 19:22
Simple, tp maknanya dalem :D (Y) (Y)
ReplyDeleteMakasih sayang :)
ReplyDeleteAK suka ini mbk..
ReplyDeletemakasih ya :)
Delete