Aku menyipitkan mata. Merasakan
sinar matahari memasuki kamar di sela-sela jendela. Aku melihat langit-langit
kamarku, terdiam sambil berusaha mengumpulkan kesadaranku. Saat kesadaranku
mulai pulih, aku baru menyadari ada seseorang yang memelukku, menyandarkan
kepalanya di dadaku.
Aku
tersenyum tipis. Kulayangkan tanganku ke atas kepalanya, kuusap lembut rambut
ikalnya. Dia berguman sebentar, tersenyum tipis ke arahku, dan semakin
mempererat pelukannya. Aku tertawa ringan. Kulepaskan pelukannya, lalu aku
mengelus pipinya.
“Bangun,Sayang, sudah siang. Kamu tidak kuliah hari ini?” kataku setengah berbisik. Dia
membuka matanya. Menatapku sebentar. Lalu mendekat, dalam sekejap bibir kami
saling bertautan.
Dia
mengelus rambutku, dan menarikku dalam pelukannya. Kurasakan detak jantungnya,
napasnya.
“Kamu
mau aku kuliah sendiri?”
Aku
melepaskan pelukkannya, dan menatapnya.”Astaga! Ini hari minggu!”aku terbahak.
“Hari
ini jalan-jalan sama aku ya?”
Aku
bangun dari ranjang, mengambil selimutku dan menutupi setengah badanku. “Aku
harus pergi sekarang,” Ucapku. Lalu aku turun dari ranjang, mengikat rambut
panjangku. “Kemarin sudah ada janji dengan Daren." Aku melihat
ke arah Daniel yang sedang diam dan menatapku. Tersirat pada matanya dia tidak
menginginkan aku pergi. Aku tersenyum, lalu menghampirinya. Merunduk mencium
bibirnya sebentar, mengelus pipinya, dan tersenyum.”Lain kali, kita habiskan
waktu berdua lagi. Sekarang aku harus pergi.” Dia masih diam menatapku.
Aku berbalik mengambil pakaianku yang
berserakan di lantai, aku mengingat kejadian semalam, lalu tersenyum. Semalam sangat menggairahkan, batinku.
“Bul,
menikahlah denganku,” ucap Daniel. Aku segera membalikkan badanku, dan melihat
kearahnya.
“Selesaikan
kuliahmu, jangan terburu untuk menikah,”kataku sambil berjalan menuju kamar
mandi.
***
Aku
sedang sibuk dengan naskahku saat Daren datang dan memelukku dari
belakang,”Hei, Sayang, bagaimana pekerjaanmu?”
Aku
tersenyum dan menoleh ke arahnya.”Cukup melelahkan!” aku mengelus tangannya yang
berada dipundakku.
“Ke mana
saja kamu semalam? Aku menghubungimu, tapi kamu tidak menjawabnya.”
Aku
terdiam. Aku ingat semalam, Daren menghubungiku beberapa kali, tapi aku
menghiraukannya. Aku sedang bersama Daniel. Bukan karena takut Daniel
mengetahuinya, tapi karena takut aku tidak bisa menjawab pertanyaan Daren
kalau-kalau dia bertanya aku di mana.
“Lan,
kamu dengar aku kan?”Daren menggoyang sedikit pundakku.
“Eh,
iya, maaf. Terlalu banyak pekerjaan jadinya konsentrasiku terganggu,” aku
berguman.”Kemarin sepulang dari makan malam dengan kamu, aku langsung tidur.
Capek. Jadi aku tidak tahu kalau kamu telepon.” Tentu itu bohong karena sepulang
makan malam dengan Daren, aku langsung menuju kontrakan Daniel.
Daren
memutar kursiku, sekarang kami berhadapan. Ditekuknya kedua kakinya, dan dia
memegang kedua tanganku. “Pernikahan kita tinggal menghitung hari, apakah kamu
sudah siap?” ucapnya. Lalu dia mencium tanganku.
Aku
tidak langsung menjawab. Ada keraguan dalam hatiku. Bukan Daren yang jadi
masalahnya. Tapi, aku. Daren pria yang baik. Dia juga tampan, sudah mempunyai
pekerjaan yang bagus. Dia sangat mencintai aku, seperti dia mencintai ibunya.
Aku juga mencintai dia, tapi itu dulu, sebelum aku bertemu Daniel. Pria yang
dua tahun lebih muda dari aku, pria yang sudah bisa membuatku dengan suka rela
memberikan mahkotaku.
“Tentu
saja aku siap,” kataku kemudian.”Bagaimana, apakah hari ini kita jadi
melihat undangan?”
Daren
mengelus pipiku. Dan mengecup keningku,”Tentu saja.”
Aku
tersenyum,”Aku ganti baju dulu ya?” kulihat dia mengangguk dan akan beranjak
meninggalkan kamar. Daren belum pernah sekalipun menyentuhku, dia bilang aku
wanita istimewa. Maka dari itu, dia menghormatiku dengan tidak menyentuhku
sebelum menikah. Aku malah memberikan kesucianku pada pria lain. Aku
merasakan leherku tercekat, menahan tangis.
***
“Kita
harus mengakhiri hubungan kita,” kataku pada Daniel.
Dia
menatapku. Dia menaruh kembali cangkir kopinya.”Kamu sudah tidak mencintai
aku?” tuduhnya.
“Aku
mencintaimu. Tapi, pernikahanku kurang beberapa hari lagi.”
“Tinggalkan
Daren!” perintahnya.
“Tidak
bisa!”
“Kenapa??”
“Dia
terlalu baik untuk disakiti!”
“Lalu
kamu akan menyakiti aku??” ucap Daniel setengah membentak, hingga membuat
beberapa pengunjung kafé melihat ke arah kami.
“Pelankan
suaramu,”perintahku.
“Kamu
yakin dia akan menerimamu, saat dia tau kalau kamu sudah memberikan
keperawananmu kepadaku?”
Aku
melotot. Sedikit kesal. Aku berpikir ada benarnya apa yang dikatakan
Daniel.”Aku yakin Daren dapat mengerti,” ucapku berusaha yakin. Daren memang
pria yang baik. Tapi, apa mungkin dia bisa menerimaku saat dia tau aku
menghianatinya? Entahlah.
“Bulan,
menikah saja denganku,” kata Daniel dengan suara memelan.
“Pikirkan
kuliahmu. Masa depanmu masih panjang. Maaf..” kataku sambil beranjak pergi dari kafé. Aku mengusap air mata yang jatuh membasahi pipiku. Ini keputusan yang
tepat.
***
Aku mengambil napas panjang. Mengumpulkan
seluruh keberanian yang aku punya. Satu minggu lagi aku akan menikah dengan
Daren, aku ingin jujur kepadanya. Aku tidak mau pada akhirnya Daren
mengetahuinya, setelah kami menikah.
Daren
menatapku. Aku selalu melihat kenyamanan di mata sayunya. Dia tersenyum dan
mengusap pipiku.”Ada apa sayang?”
“Ren,
kamu tahu kan sebentar lagi kita akan menikah,” aku menarik napas kembali.”Kamu
yakin akan menikahi aku?”
Daren
tersenyum,”Tentu saja, sayang.”
“Meskipun
kamu tahu, kalau aku…” aku mengambil jeda dalam kalimatku. Aku ragu. Aku
memejamkan mataku sebentar dan menarik napas dalam-dalam.”Kalau aku sudah tidak
perawan?”
Aku
melihat Daren terdiam. Aku sudah siap dengan apapun yang akan terjadi. Kemudian
aku melihat Daren tersenyum, mengusap lembut rambutku, menarikku dalam
pelukannya.
“Aku
mencintaimu karena kamu, bukan karena keperawananmu,” ucapnya lirih. Seketika
itu aku menetesakan air mataku, menangis sejadi-jadinya dalam pelukkan Daren. Aku
tidak mengerti apa yang aku cari, jika yang aku butuhkan sudah memelukku dengan
erat.
Nice Story .....
ReplyDelete(Y)
Lilke it
ReplyDeleteKita hrus mngakhri hbngan kita.kataku pd daniel waktu itu. Apa gk lbh baik dberi kata waktu itu ato masa itu krn d situ berlaku alur balik
ReplyDelete