Aku menatap kaca dihadapanku. Memandang setiap detail bayangan yang ada didalamnya. Mata belok, hidung mancung, bibir tipis, pipi tirus. Tidak ada yang salah akan wajahku, akan penampilan fisikku. Tubuhku juga tinggi semampai. Semua terlihat hampir sempurna.
Aku
terduduk diranjangku. Kasur yang empuk dengan hiasan bunga anggrek, bantal dan
gulingku bermotif senada. Aku melihat sekeliling kamarku. Ipad berwarna putih
terletak diatas meja belajarku, beserta laptop dengan warna serupa
disebelahnya. Semua kebutuhan finansialku terpenuhi. Setiap ada gadget keluaran
terbaru, aku pasti bisa mendapatkannya tanpa susah payah. Hampir semua yang aku
inginkan terpenuhi.
Aku
cukup popular disekolah. Aku memiliki banyak teman, mulai dari teman seangkatan
sampai kakak kelas. Aku cukup pintar untuk bergaul. Nilai-nilai raporku pun
tidak pernah dibawah delapan. Setiap kali aku melangkahkan kaki dikoridor
sekolah, hamper semuanya tersenyum padaku. Dan cukup banyak yang mengutarakan
perasaannya kepadaku, akan tetapi tidak ada salah satu dari mereka yang menarik
perharianku. Pria-pria yang silih berganti mendekatiku semua sama saja, cowok
mata keranjang tingkat tinggi!! Kecuali Fadil.
Aku
mengingatnya dengan jelas bagaimana aku bertemu pertama kali dengan dia,
setahun yang lalu, momen itu tidak akan pernah luntur dari cengkraman
ingatanku. Momen yang sulit kulupakan. Hari itu, hari pertama kali aku
menginjakkan kakiku disekolah ini, dan payahnya aku dating terlambat. Aku
berlari kecil untuk mengejar waktu, dan sialnya aku belum tau dimana kelas-ku.
Aku cukup kebingungan saat itu. Didepannku banyak sekali deretan kelas-kelas.
Dan saat itu kulihat seseorang sedang berbaring dibangku panjang, dengan lengan
tangan kirinya menutupi mata dan tangan lainnya memegangi mp4. Sepasang
headphone putih terpasang pada kedua telinganya. Pergelangan sepasang sepatu
kets-nya bergoyang kekanan dan kekiri, terlihat sangat jelas dia menikmati
music yang terputar di mp4-nya.
Aku
mendekatinya, sedikit membukuk.
“Maaf.
Kelas sebelas ipa satu dimana ya?”
Tidak
ada reaksi darinya. Setelah beberapa detik tangan kirinya bergerak dan menunjuk
kearah sebuah pintu dibelakangku. Astaga, kelas yang aku cari tepat
dibelakangku.
“Mmm,
terima kasih,” ucapku. Dia hanya mengepal jarinya dan mengangat ibu jarinya,
dan kembali menikmati lagunya.
Aku
memasukki kelas itu , aku cukup beruntung karena hari jam itu guru yang mengajar
sedang berhalangan hadir sehingga, aku bisa membaur dengan teman-teman baruku. Tidak sulit
buatku untuk cepat akrab dengan mereka. Aku dikelilingi oleh teman-teman
baruku, mulai dari cewek sampai cewek. Mereka menanyakan darimana asalku,
kenapa aku pindah kemari. Saat itu aku melihat seseorang yang kulihat diluar
kelas tadi, celana abu-abu dan baju putih yang kebesaran, memasukki kelas dan
duduk dipojok. Ternyata dia sekelas denganku. Aku memperhatikannya diam-diam.
Dia masih menikmati music-nya, sambil bibirnya bergerak tanpa suara. Dia sama
sekali tidak melihatku, sementara teman-temannya yang lain sedang menyaiku
dengan pertanyaan bertubi-tubi.
“Eh,
Rin, lagi merhatiin siapa sih?” senggol Yesi, teman sebangku-ku, saat dia
melihatku terdiam melihat kearah cowok tadi. Yesi mengikuti sorotan mataku.”Oh,
liatin si Fadil toh.”
Dan
cowok itu bernama Fadil.
Aku
menarik semua memori setahun yang lalu, dan tetap duduk termenung diatas
ranjangku. Dalam satu tahun ini aku memerhatikan Fadil dalam diamku. Aku sering
mengikutinya saat dia keluar kelas
ditengah jam pelajaran berlangsung. Mengikutinya secara sembunyi-sembunyi, dan
aku melihatnya duduk ditaman sambil membaca sebuah buku. Aku tidak tau buku apa
itu. Aku sudah sering mengikutinya , entah dia pergi kekantin, ataupun perpus.
Sampai
suatu saat aku mengikutinya lagi, sampai ditikungan aku kehilangan dia.
“Kamu
ngikutin aku?” aku mendengar suara dibelakangku. Entah darimana dia datangnya,
Fadil sudah berada didepannku saat ini. Aku merasakan sedikit panas diwajahku.
Aku yakin saat ini wajahku memerah.
“Ah,
tidak. Aku mau ketoilet.” Sangkalku.
“Toilet?
Kamu salah arah. Ini jalan menuju surga. Arah ketoilet kesana,”ucapnya sambil
mengarahkan ibu jarinya kearah belakangnya.
“Oh,
iya.” Aku gugup. Aku bahkan tidak berani menatap wajah cowok didepanku ini.
Matanya yang sayu, rahangnya yang keras. Aku tidak pernah merasakan ini. Pada
cowok manapun. Aku segera berjalan meninggalkannya, tapi kuurungkan niatku.
“Fadil,”
panggilku. Dia menoleh,” Boleh aku ikut?”
Dia
menggerakkan dagunya, mengisyaratkan aku untuk mengikutinya. Dia berjalan
kearah taman, dan duduk ditempat yang sama seperti yang kulihat sebelumnya. Aku
duduk disebelahnya.
“Ini
surgamu?” tanyaku.
“Kemanapun
kamu pergi, bawalah kesukaanmu, maka itulah surgamu…” jawabnya sambil
menunjukkan mp4 ditangannya.
Aku
tersenyum. “Kenapa kamu sering keluar kelas saat jam berlangsung?”
“Karena
aku tidak bisa menikmati surgaku disana..” jawabnya tanpa melihatku.
“Boleh
aku mendengar surgamu?”
Dia
melepas salah satu earphone-nya dan diberikannya padaku. Aku menerimanya dan
memasangnya ditelingaku. Aku sayup-sayup mendengar sebuah lagu, entah lagu
siapa, yang pasti aku mendengarkan lagu yang sama seperti yang Fadil dengarkan,
ditempat yang sama, dari mp4 yang sama. Aku melihat Fadil menutup matanya ,
menikmati musiknya. Aku merasakan surge duniaku.
Yesterday,
all my troubles seemed so far away.
Now
it looks as though they’re here to stay.
Oh,
I believe in yesterday.Suddenly, I’m not half the man i used to be,
There’s
a shadow hanging over me,
Oh,
yesterday came suddenly.
Sejak
saat itu, kami jadi sering bertemu dan menikmati music bersama. Aku masih
sering mengikutinya. Aku merasakan perasaan yang berbeda terhadapnya. Kebiasaan
uniknya, sifat cueknya. Itu semua membuatku memperhatikannya lebih. Hingga,
siang tadi, sepulang sekolah, aku memutuskan untuk mengutarakan perasaanku
kepadanya. Aku merasa yakin dia memiliki perasaan yang sama setelah kedekatan
kita selama ini.
“Aku
sayang kamu..” kataku tanpa basa basi. Fadil masih duduk diam dan masih
mendengarkan mp4-nya. Seakan dia tidak mendengar ucapanku.
“Fadil,
aku serius,” ucapku lagi. Dia masih diam saja. Aku sudah tidak tahan dengan ke-cuek-annya,
aku mengambil mp4 ditangannya.
Dia
terlihat kaget. Dia menatapku. Aku melihat tatapan yang berbeda disana. Tidak
seperti biasanya. Baru kali ini dia benar-benar melihatku.
“Aku
sayang kamu,” ucapku sekali lagi.
“Kamu
tau? Kamu sudah merusak surgaku..” katanya sambil mengambil mp4 ditanganku dan
pergi tanpa memperdulikan aku. Semua pernyataan cintaku tidak diperdulikannya.
Apa artinya aku ditolak? Lalu apa lagi.
Kurasakan
aliran darahku mengalir tidak seperti semestinya. Aku baru merasakan hal ini.
Untuk pertama kalinya aku menyatakan cinta dan pertama kalinya cintaku ditolak.
Aku
tidur diranjangku, masih mengenakan seragam putih abu-abuku, sejak sepulang
sekolah tadi aku belum keluar kamar. Aku mengunci diriku hanya untuk menikmati
air mataku yang mengalir melewati pipiku. Setiap kali aku mengingat kejadian
tadi siang, terasa sakit disetiap hembusan nafasku, sesak. Seperti ada sesuatu
yang terbelenggu didalamnya.
Seakan
surgaku pergi dari hidupku.
0 Comments:
Post a Comment
Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)
Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^