“Saya kan, nggak kerja, Din.”
“Tapi kan, kamu survive.”
Penggalan percakapan di atas saya lakukan dengan sahabat saya, Dina. Dia adalah teman satu kampus saya dahulu, di Universitas Negeri Surabaya. Di kampus tersebut, saya mengambil Jurusan Teknik Elektro, prodi Manajemen Informatika. Oh, jadi Mbak Wulan seorang sarjana? Iya. Saya kuliah selama kurang lebih empat tahun setengah. Kira-kira, tiga tahun lalu saya baru saja lulus kuliah.
Jadi, sekarang kerja di mana?
Seringkali, saya merasa sewot ketika seseorang bertanya, saya bekerja di mana. Bukan apa-apa, ini murni karena sejak saya lulus kuliah, tak satupun perusahaan yang saya lamar, menerima saya menjadi karyawan mereka. Sudah puluhan kop surat melayang ke perusahaan-perusahaan melalui kantor pos, surel, maupun saya datangi langsung. Ada beberapa yang memanggil untuk interview dan ada beberapa yang tak memberikan feedback sama sekali.
Padahal, saya di kelas merupakan salah satu mahasiswa yang cukup “memadai” dan kreatif daripada mahasiswa perempuan lainnya. Lalu, kenapa saya sulit sekali mencari pekerjaan, padahal saya ini sebenarnya cukup pandai dibidang saya?
Saya sempat frustrasi.
Teramat frustrasi, malahan.
Dengan Mbak Swastikha-lah saya berbagi cerita mengenai masalah saya tersebut. Orangtua? Ah, saya tak ingin membebankan masalah saya terhadap mereka. Terlebih lagi, ini ego saya sendiri. Ada hal-hal bersimpangan pendapat dengan kedua orangtua.
Saat itu, untuk membeli pulsa internet saja saya hampir tak sanggup, padahal pulsa internet saya saat itu hanya 50rb/bulan. Untuk keluar rumah, saya selalu meminta ibu uang saku. Padahal, seharusnya saya sudah tak meminta ibu lagi.
Ketika itu, saya baru mulai serius ngeblog. Terus terang, awalnya saya sama sekali tak tahu bila dari blog, kita bisa mendulang rejeki. Saya pun mulai menerima job review yang ditawarkan salah satu teman. Saya masih ingat, awal mula menerima job review satu artikel saya dihargai sebesar seratus ribu. Bukan kepalang senangnya. Sayangnya, tak sering job review mampir ke surel saya. Bukan tak sering lagi, bahkan hampir tak ada. Mengingat, saat itu blog saya masih belum memadai. Belum banyak brand yang melirik.
Saya juga mulai membuka jasa desain blog, karena sedikit skill yang saya miliki. Saya sering membuatkan desain blog Mbak Tikha. Dan, beberapa teman lainnya. Lalu, banyak yang tertarik, makanya saya membuka jasa desain. Saat itu, saya menghargai satu desain seharga Rp. 50.000-,. Saya pun mulai promosi. Beberapa orang mampir ke surel maupun inbok saya, setelah tahu harganya, mereka pergi.
Ya, saat tahu berbayar, mereka semua tak berminat dengan desain saya.
Saya kembali mencari kerja lagi, melamar sana sini. Tapi, hasilnya tetap nihil. – mengenai job seeker bisa dibaca di blog saya di sini –
Lalu, suatu hari Mbak Tikha berkata, “Sudah, kamu cocoknya freelance. Kerja di rumah.”
Mungkin, Mbak Tikha bilang begitu karena sudah lelah saya curhat terus menerus. Mungkin juga, dia kasihan dengan saya. Lalu, dia berkata, “Desainin blogku, gih. Aku bayar seratus ribu.”
Bisa dibilang, Mbak Tikha adalah klien pertama saya dalam jasa desain blog. Lalu, datang lagi seorang dari teman Mbak Tikha, dia memesan desain blog dan membayar saya sebesar seratus ribu rupiah. Lambat laun, saya menaikkan jasa desain blog saya sesuai dengan tingkat kesulitan.
Alhamdulillah, semakin ke sini banyak yang memakai jasa desain blog ke saya, bahkan ada beberapa yang membeli dua kali kepada saya. Ada pula, yang memberikan alasan kenapa mempercayakan desain blog mereka kepada saya. Rasanya senang sekali. Bisa otak atik blog (memuaskan diri sendiri) sekaligus mendapatkan penghasilan.
Selain dari desain blog, saya juga menekuni blog. Dari blog pun semakin membaik, sudah banyak tawaran masuk ke dalam surel. Awal ada tawaran masuk ke dalam surel saya dulu, jantung saya deg-degan. Rasanya tak keruan.
Jika teman-teman sering membaca status saya di facebook maupun twitter, yang bertuliskan “Alhamdulillah” saja, tanpa keterangan lebih lanjut, itu karena saya mensyukuri apa pun yang diberikan Allah kepada saya. Saya sangat-sangat berterima kasih, atas jalan yang Tuhan berikan. Rasanya, saya tak bisa berkata banyak. Terlalu banyak hal yang saya syukuri.
Sekarang, meskipun saya hanya bekerja di rumah. Alhamdulillah, penghasilan yang saya dapatkan tidak jauh bahkan setara dengan pekerja kantoran.
Saya mampu desain blog, menulis bukan karena saya pandai ataupun jago. Tapi, karena saya mau belajar. Saya membuka jasa desain bukan berarti karena saya jago, tapi memang keadaan yang mengharuskan saya melakukan hal tersebut.
Ketika bercakap dengan Dina, saat itulah saya menyadari, bahwa apa yang saya lakukan selama dua tahun terakhir disebut “bertahan hidup”. Terus terang, saya sempat tertegun ketika Dina berkata seperti itu. Kamu kan survive, Lan. Selama ini, saya sedang berperang untuk bertahan hidup, untuk menyelamatkan diri sendiri. Saat itu, saya sadar, saya bukanlah orang yang tak berusaha apa pun untuk bertahan hidup.
Pengalaman tersebut mengajarkan kepada saya, bahwa pekerjaan bukan mengenai kamu bekerja di aman, di perusahaan apa, apa pekerjaanmu, atau pangkat apa yang kamu peroleh. Pekerjaan itu mengenai bertahan hidup. Mengidupi dirimu sendiri, orang terdekatmu, dan orang-orang yang bergantung kepadamu.
Saya sangat berterima kasih pada Mbak Tikha, yang selalu mendukung saya. Memberikan energi positif, sehingga saya bisa berpikiran lebih terbuka. Saya bersyukur mempunyai orang-orang di sekitar saya, yang mendukung. Memberikan hal-hal positif yang bisa mengubah diri saya.
Dan, seperti yang Mbak Tikha selalu katakan, “Berbahagialah.”
Oke Mbak, saya bahagia sekarang.
postingan ini pernah saya publish di sini.
hidup itu kadang banyak jalan ya
ReplyDeletetinggal punya plan A, B, C, dst
semangat mbak...
Semangat, Mbak. Semoga rejekinya lancar terus. :)
ReplyDeletesaat makhluk hidup/ manusia "terancam" biasanya semua potensi diri akan keluar termasuk juga dalam bertahan hidup. sukses selalu Lan,, i know you deserve the best. love love
ReplyDeletebtw pan kapan desaikan blogku yah, pan kapan e ga enak hehehe